Tantangan Perempuan Sebagai Pegiat Konservasi Alam
Partisipasi perempuan dalam sektor konservasi alam masih jauh dari inklusif. Padahal, kehadiran mereka memiliki dampak penting dalam upaya melawan perubahan iklim dan perlindungan keanekaragaman hayati.
Sebagai seorang peneliti yang aktif di beberapa lembaga konservasi di Indonesia, saya menyaksikan sendiri minimnya peran serta perempuan dalam kepemimpinan dan operasional konservasi alam, yang disebabkan oleh sejumlah faktor penghambat.
1. Stigma Sosial
Perempuan seringkali dianggap tidak cocok untuk pekerjaan yang memerlukan aktivitas fisik di lapangan, seperti yang dibutuhkan dalam konservasi alam. Masyarakat cenderung menempatkan perempuan dalam peran domestik, dengan pernikahan dan keluarga dianggap sebagai fokus utama kehidupan mereka.
Mereka yang memilih berkarier di luar ruangan sering kali dihadapkan pada hambatan struktural, seperti tanggung jawab domestik yang lebih besar dan stigma bahwa pekerjaan di lapangan tidak sesuai untuk perempuan. Hal ini membuat sulit bagi perempuan untuk membangun karier dalam bidang konservasi alam.
2. Pelecehan Seksual
Keamanan perempuan dalam melakukan pekerjaan di lapangan juga menjadi masalah besar. Budaya yang meminimalkan atau bahkan menormalkan pelecehan seksual membuat mereka rentan menjadi korban, terutama ketika berada di lingkungan yang terpencil.
Pelecehan bisa terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari komentar tidak senonoh hingga godaan atau candaan yang tidak pantas. Hal ini tidak hanya mengganggu secara emosional, tetapi juga dapat mengancam keselamatan perempuan saat mereka berada di lingkungan yang terisolasi.
3. Kebijakan Organisasi yang Diskriminatif
Batasan gender dalam kebijakan organisasi juga menjadi penghalang bagi partisipasi perempuan dalam konservasi alam. Banyak lembaga masih menerapkan syarat tertentu yang membatasi akses perempuan ke pekerjaan lapangan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Perempuan seringkali diarahkan ke peran administratif atau mendapatkan tanggung jawab yang lebih rendah dibandingkan rekan pria mereka. Ini tidak hanya menghambat kemajuan karier perempuan, tetapi juga menciptakan kesenjangan gaji dan kesempatan dalam lingkungan kerja.
Baca juga : Mengapa Perusahaan Menolak Pelamar dengan Skor Kredit Buruk
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan perubahan dalam kebijakan organisasi serta upaya untuk meningkatkan kesadaran gender di semua tingkatan. Pelatihan bias gender, penghapusan syarat gender dalam lowongan pekerjaan, dan pembentukan protokol keamanan yang inklusif adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan.
Selain itu, solidaritas antarperempuan juga memiliki peran penting dalam membantu perempuan mengatasi hambatan dan mencapai kesuksesan dalam karier konservasi. Mentorship antarperempuan dapat memberikan dukungan emosional dan teknis yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan yang dihadapi perempuan dalam sektor ini.
Melalui upaya bersama untuk mengatasi stigma, pelecehan, dan diskriminasi, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif dan mendukung bagi perempuan di bidang konservasi alam. Dengan demikian, mereka dapat berkontribusi secara maksimal dalam upaya pelestarian alam yang berkelanjutan.