Mengapa Perusahaan Menolak Pelamar dengan Skor Kredit Buruk
Baru-baru ini, cerita tentang seorang lulusan baru yang ditolak sebuah perusahaan karena skor kredit tercatat sebagai ‘Kolektibilitas 5’ atau macet, menjadi viral di media sosial. Bahkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ikut memberikan pandangan terhadap masalah ini. Fenomena ini banyak dikaitkan dengan perilaku berutang generasi muda pada layanan pinjaman online (pinjol). Menurut data OJK, generasi Z (usia 19-25 tahun) dan milenial (26-35 tahun) menjadi kelompok usia yang paling banyak berutang pada tahun 2021, dengan total pinjaman online mencapai Rp 14,74 triliun.
Kebanyakan generasi muda tidak memiliki akses yang luas ke layanan perbankan, membuat pinjol menjadi alternatif yang menarik. Akses yang mudah melalui teknologi yang ada hanya dalam genggaman jari. Namun, seperti halnya hutang konvensional, hutang pada pinjol juga tercatat dalam riwayat kredit. Keteraturan dalam pembayaran akan dicatat dan menjadi pertimbangan bagi lembaga keuangan dan calon pemberi kerja. Kisah ini menjadi viral karena jarang terdengar bahwa seseorang gagal mendapatkan pekerjaan karena skor kreditnya. Meskipun ada perdebatan yang muncul, menyebut perusahaan yang menolak pelamar tersebut sebagai ‘alay’.
Namun, bagaimana perspektif dari pihak perusahaan? Perlukah skor kredit seseorang dijadikan dasar seleksi?
Untuk memberikan pandangan yang lebih luas, saya akan menjelaskan peran skor kredit individu dalam berbagai aspek pekerjaan dan kinerja karyawan berdasarkan riset yang ada.
Memahami Skor Kredit
Sebelumnya, penting bagi kita untuk memahami apa itu skor kredit dan bagaimana penilaian dilakukan. Skor kredit adalah penilaian atas performa utang seseorang yang memberikan informasi kepada lembaga keuangan tentang seberapa baik seseorang dalam membayar utang dan kewajibannya tepat waktu.
Di Indonesia, ini diukur melalui skor kolektibilitas kredit yang menunjukkan lancar atau macetnya pembayaran utang. Data ini dicatat dalam BI Checking atau Informasi Debitur Individual (IDI) Historis. Informasi ini diatur dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang dikelola oleh OJK.
Ada lima skor: lancar (Kolektibilitas 1), dalam perhatian khusus (Kolektibilitas 2), kurang lancar (Kolektibilitas 3), diragukan (Kolektibilitas 4), dan macet (Kolektibilitas 5).
Alasan Penggunaan Skor Kredit dalam Seleksi Karyawan
Apakah tepat menggunakan skor kredit sebagai kriteria penerimaan pekerja? Dari hasil riset sebelumnya, ada tiga alasan mengapa perusahaan menggunakan skor kredit dalam rekrutmen, terkait dengan potensi masalah karyawan di tempat kerja.
- Penilaian Risiko
Skor kredit sering dianggap sebagai indikator stres keuangan. Studi di bidang kriminologi dan etika bisnis menyoroti bagaimana stres keuangan dapat mendorong individu untuk melakukan kegiatan yang tidak etis. Teori strain, misalnya, menghubungkan tekanan ekonomi dengan kemungkinan tindakan melanggar hukum atau etika kerja yang rendah.
- Kemampuan Pengambilan Keputusan
Dalam ekonomi perilaku, kemampuan pengambilan keputusan seseorang dalam aspek keuangan pribadi sering dianggap sebagai indikator kemampuan pengambilan keputusan secara umum. Individu yang buruk dalam mengelola keuangan pribadi mereka sering kali juga kurang baik dalam membuat keputusan di tempat kerja.
- Kestabilan Hubungan Pribadi dan Sosial
Skor kredit yang rendah dapat menunjukkan ketidakstabilan dalam hubungan pribadi dan sosial seseorang. Perusahaan sering melihat kestabilan keuangan sebagai indikator kesejahteraan secara keseluruhan, dan skor kredit yang buruk dapat memengaruhi interaksi di tempat kerja.
Penggunaan skor kredit dapat menimbulkan masalah
Meskipun skor kredit dapat memberikan informasi tentang perilaku dan kinerja potensial seseorang di tempat kerja, penggunaannya dalam seleksi karyawan juga membawa berbagai masalah. Ini termasuk potensi diskriminasi, invasi privasi, keterbatasan data, dan pengaruh faktor eksternal.
Baca juga : Manajemen Surel: Mengelola Inbox dengan Bijaksana
Dalam kesimpulan, skor kredit bisa memberikan informasi penting, namun penggunaannya dalam seleksi karyawan memerlukan pertimbangan etis dan praktis yang matang. Bagi generasi muda, penting untuk memperhatikan kredit mereka, terutama dalam pinjaman online. Kemudahan akses tidak boleh mengesampingkan pentingnya menjaga kredit. Selalu pertimbangkan kesehatan keuangan pribadi sebelum mengambil pinjaman dan pastikan untuk memenuhi syarat dan ketentuan, termasuk pembayaran tepat waktu. Jika memiliki masalah dengan tunggakan utang, cari bantuan untuk membersihkannya dan pastikan untuk memperbaiki kredit Anda karena itu mencerminkan stabilitas finansial dan kemampuan pengambilan keputusan Anda, yang berpotensi memengaruhi peluang kerja dan hubungan sosial di masa depan.
Pingback: Tantangan Perempuan Sebagai Pegiat Konservasi Alam - DUNIA PENDIDIK