Jejak Kehidupan Sumitro Djojohadikusumo
Sumitro Djojohadikusumo adalah salah satu figur sentral dalam sejarah Indonesia modern yang menempuh perjalanan panjang dalam politik dan ekonomi, sambil terus berjuang melawan otoritas yang ada.
Kisah Hidup Sumitro Djojohadikusumo
Pada masa muda, Sumitro memiliki semangat petualangan yang tinggi. Pada usia 20 tahun, ia ingin bergabung dengan Brigade Internasional untuk melawan Jenderal Franco di Spanyol selama Perang Saudara Spanyol. Namun, keinginannya untuk bergabung ditolak karena usianya belum mencapai 21 tahun. Meskipun demikian, semangat sosialisme dan ketertarikannya terhadap gerakan anti-fasis tetap mengilhami langkah-langkahnya.
Setelah menyelesaikan studi ekonominya di Belanda, Sumitro kembali ke Indonesia pada tahun 1946 dan terlibat dalam berbagai aspek politik dan ekonomi nasional. Di bawah kepemimpinan Sutan Sjahrir, ia menjadi staf pemerintah dan aktif dalam Partai Sosialis. Kemudian, ketika dibutuhkan untuk mengatur keuangan negara, Sumitro diangkat sebagai direktur utama Banking Trading Center (BTC) yang berdagang di luar negeri.
Peran Sumitro dalam Dunia Akademik dan Politik
Sumitro juga berperan dalam dunia akademik sebagai pendiri dan dekan pertama Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pengabdian dan kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi Indonesia terus berlanjut, terbukti dengan perannya sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian serta Menteri Keuangan pada era demokrasi liberal.
Meski karirnya cemerlang di dunia politik dan ekonomi, Sumitro tidak pernah kehilangan semangat perlawanannya terhadap kekuasaan yang dianggapnya otoriter. Dia terlibat dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra, yang menimbulkan kontroversi dengan pemerintahan Sukarno dan menyebabkan pembubaran Partai Sosialis Indonesia (PSI).
Pada era Orde Baru di bawah Soeharto, Sumitro kembali menjadi sosok sentral dalam politik dan ekonomi nasional. Dia menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Menteri Negara Riset, membuktikan kepiawaiannya dalam mengelola bidang strategis bagi kemajuan ekonomi Indonesia.
Selama hidupnya, Sumitro menjalani perjalanan panjang dan penuh tantangan, didukung oleh keberanian dan visinya yang tajam terhadap masa depan Indonesia. Meskipun terlibat dalam pergolakan politik yang kompleks, ia tetap konsisten dengan prinsip-prinsipnya. Bahkan dalam situasi pribadi, seperti perbedaan agama dengan istrinya, Dora Marie Sigar, Sumitro menunjukkan keteguhan dalam menjalani kehidupan bersama.
Warisan Sumitro tidak hanya terlihat dalam karirnya yang cemerlang dan kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi, tetapi juga dalam keturunannya yang turut aktif dalam kehidupan politik Indonesia. Anak-anaknya, seperti Prabowo Subianto, meneruskan jejaknya dalam politik dan publik service.
Sumitro Djojohadikusumo wafat pada 9 Maret 2001, meninggalkan warisan inspiratif bagi Indonesia dalam bentuk keberanian untuk melawan ketidakadilan dan komitmen yang tak tergoyahkan terhadap kemerdekaan dan keadilan.