Opini

Isa Putra Maryam dalam Al-Qur’an

Advertisements

Oleh: Prof. Dr. Abad Badruzzaman, Guru Besar UIN SATU Tulungagung

Tidak kurang dari 30 ayat al-Quran berbicara tentang Nabi Isa. Yang terbanyak terdapat dalam surat al-Maidah dan Ali Imran. Beragam topik dan penekanan makna yang tersebar dalam 30-an ayat tersebut. Mulai dari kabar gembira (tabsyir) tentang kelahirannya, ajaran yang dibawanya, Kitab Suci dan hikmah yang Allah ajarkan kepadanya, pengutusannya kepada Bani Israil, dan lain seterusnya. Hanya satu ayat saja yang akan dibahas dalam tulisan ini. Yaitu surat Ali Imran ayat 45:

(Ingatlah), ketika Malaikat berkata, ”Hai Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) dari-Nya, namanya al-Masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah).”

Tiga Kata

Ada tiga kata terkait Nabi Isa dalam ayat ini: Pertama, al-Masih. Menurut Muhammad Izzah Darwazah, kata ini pertama kali muncul dalam al-Quran pada surat Ali Imran ayat 45 ini. Setelah itu terulang beberapa kali di ayat lainnya. Ada yang mengartikannya dengan al-barakah atau al-mubarak (yang diberkahi). Sebagian mengartikannya ”disucikan dari dosa-dosa”. Ada pula yang menghubungkannya dengan asal katanya, yaitu al-mash. Dinamai demikian karena Nabi Isa mampu menyembuhkan orang-orang sakit dengan mengusap (al-mash) kepala mereka. Ada juga yang mengaitkannya dengan kata al-siyahah. Nabi Isa dinamai al-Masih karena ia banyak siyahah (bepergian). Semua itu, tegas Darwazah, hanya terkaan belaka, sebab kata al-Masih adalah bahasa Ibrani yang diarabisasi.

Namun begitu, cukup menarik apa yang disampaikan Muhammad Asad tentang sebutan al-masih untuk Nabi Isa ini. Asad mengartikan al-masih dengan ”yang diminyaki”. Seperti Darwazah, Asad juga menyebut al-masih sebagai arabisasi dari kata měshîhâ dalam bahasa Aram, yang diambil dari bahasa Ibrani Mâhsîah, ”yang diminyaki”—suatu istilah yang sering digunakan dalam Bibel untuk raja-raja Yahudi, yang penobatannya sebagai penguasa disucikan dengan percikan minyak suci yang diambil dari kuil.

Upacara peminyakan suci ini tampaknya merupakan ritual yang begitu penting di kalangan orang-orang Yahudi sehingga istilah al-masih ini, seiring dengan perjalanan waktu, kurang lebih menjadi sama artinya dengan “raja”. Penisbahan al-masih pada Nabi Isa bisa jadi, disebabkan oleh keyakinan yang dianut secara luas di kalangan orang-orang sezamannya (yang informasinya dapat ditemukan di sejumlah bagian dalam Injil Sinoptik) bahwa beliau merupakan keturunan langsung—dan tentunya absah—dari keluarga Raja Daud.

Perlu dicatat bahwa ini tidak bisa dikaitkan dengan garis keturunan dari pihak ibu, sebab Maryam berasal dari golongan biarawan keturunan Nabi Harun. Dan termasuk suku Lewi, sedangkan Daud berasal dari suku Yehuda. Apa pun situasi historis-nya, jelaslah bahwa gelar kehormatan al-masih dianugerahkan kepada Nabi Isa semasa hidupnya. Dalam Injil versi Yunani—yang tidak diragukan lagi didasarkan pada Injil asli berbahasa Aram yang kini telah raib—gelar ini diterjemahkan dengan tepat menjadi Christos (nomina yang berasal dari verba Yunani chriein, “meminyaki”): dan karena dalam bentuk kata “the Christ” inilah istilah al-masih lebih dikenal dalam semua bahasa Barat. Asad menggunakan istilah the Christ di keseluruhan terjemahan untuk al-masih dalam tafsirnya: The Message of The Quran.

Kedua, wajih. Dalam percakapan Arab ada kata-kata seperti ini: ”Fulanun wajihun min wujaha` al-qaum; Si Fulan adalah orang terpandang di antara orang-orang terpandang di kaumnya.” Wajih adalah orang terpandang dan terkemuka serta disegani di mana orang-orang disekitarnya akan senantiasa memenuhi apa pun yang ia minta. Ketiga, muqarrabin (orang-orang yang didekatkan kepada Allah). Tentang kata ini, ada beberapa pandangan. Ada yang mengatakan itu adalah pujian untuk Nabi Isa seperti pujian yang Allah berikan kepada para malaikat. Dengan pujian ini Allah mensejajarkan kedudukan dan derajat Nabi Isa dengan para malaikat. Ada pula yang berpendapat bahwa itu semacam peringatan bahwa Nabi Isa akan diangkat ke langit ditemani malaikat. Pendapat lainnya mengatakan bahwa kata muqarrabin terkait dengan kata wajih. Maksudnya, tidak semua orang yang terpandang di akhirat akan didekatkan kepada Allah. Sebab para penghuni surga itu bertingkat-tingkat derajatnya seperti digambarkan surat al-Waqi’ah ayat 7-11.

Lepas dari itu, kita dapat sepakat dengan Syaikh al-Sya’rawi yang mendudukkan hal ini: Isa adalah ism (nama asli), al-Masih adalah laqab (gelar), sedang Ibn Maryam adalah kun’yah (nama keluarga). Memang seperti itu ”struktur”-nya dalam bahasa Arab. Yakni setiap orang memiliki tiga nama: nama asli, gelar, dan nama keluarga. Dengan demikian, Nabi Isa nama lengkapnya adalah Isa al-Masih Putra Maryam.

Nabi isa dalam Al-Qur’an

Untuk selanjutnya, kita ”persilakan” Ahmad Bahjat bertutur tentang Ibunda Nabi Isa; Siti Maryam, berdasar surat Ali Imran ayat 45:
Maryam semakin kaget. Ia sudah tahu nama putranya bahkan sebelum ia mengandungnya. Maryam sudah tahu bahwa Isa akan menjadi orang terkemuka (wajih) di sisi Allah dan manusia. Maryam tahu bahwa Isa akan berbicara dengan manusia sedang ia masih pun dalam buaian. Juga akan berbicara dengan mereka ketika ia sudah sudah dewasa. Sebelum sempat Maryam membuka mulut untuk bertanya, ia melihat Ruh al-Amin mengangkat tangan dan mengirim udara ke arah Maryam. Hembusan udara disertai cahaya yang belum pernah dilihat Maryam sebelumnya. Cahaya itu menerangi sekujur tubuh Maryam dan sementara itu Maryam diliputi rasa heran dan kaget tiada tara.

Sebelum Maryam sempat bertanya, Ruh al-Qudus telah menghilang tanpa suara. Kini berhembus udara dingin. Maryam menggigil. Ia merasa akalnya akan hilang darinya seperti burung yang terbang ketakutan. Maryam bergegas kembali ke mihrab. Ia tutup pintu mihrab, lalu larut dalam shalat yang mendalam. Tangis tak terbendung. Aneka rasa berpadu, antara gembira, terkejut, heran, tapi juga ada perasaan tenang yang mendalam. Kini ia merasa tak sendiri. Semenjak Ruh al-Qudus beranjak, Maryam merasa bahwa ia tidak akan meninggalkannya sendirian. Tiba-tiba tangannya bergerak, dilihatnya bertabur cahaya. Dalam perutnya, cahaya itu berubah menjadi bayi. Bayi yang ketika dewasa kelak akan menjadi Kalimat Allah dan Ruh-Nya. Bayi yang ketika dewasa kelak akan menjadi Rasul Allah dan Nabi-Nya yang inti risalahnya adalah hubb (Cinta).

Malam itu Maryam tidur pulas. Ketika bangun pagi, belum pun sempurna membuka mata, ia terperanjat melihat mihrab dipenuhi buah-buahan yang bukan musimnya dan lebih banyak dari biasanya. Itu membuatnya terheran-heran. Ia ingat apa yang terjadi pada dirinya kemarin; bertemu dengan Ruh al-Qudus; Allah meniupkan padanya Kalimat-Nya, kembali ke mihrab, lalu tidur pulas. Seraya memandangi buah-buahan yang amat banyak, ia bertanya pada dirinya: “Apakah aku memakannya sendiri?” Dari dalam dirinya ada yang menjawab: ”Sekarang bukan hanya kamu sendiri, Maryam! Kalian sekarang berdua; kamu dan Isa. Kamu harus makan dengan baik.”

Hari-hari berlalu. Hamilnya Maryam berbeda dari hamilnya para perempuan lain. Maryam tidak merasa sakit, tidak merasa berat, tidak merasa ada sesuatu yang bertambah pada dirinya, dan perutnya tidak mengembang. Mengandung Isa merupakan kenikmatan yang menyenangkan bagi Maryam. Datanglah bulan kesembilan. Tapi ada ulama yang berpendapat bahwa Maryam tidak mengandung Isa selama sembilan bulan, melainkan langsung melahirkannya sebagai sebuah mukjizat.

Pada suatu hari, Maryam pergi ke tempat jauh. Ia merasa sesuatu akan terjadi hari itu. Tapi ia tidak tahu apa sesuatu itu. Kedua kakinya membawanya ke tempat yang banyak pohon dan kurmanya. Tidak seorang pun mendatangi tempat itu karena jauhnya. Tak ada yang tahu tempat itu selainnya. Orang-orang tidak tahu bahwa ia sedang hamil; bahwa ia akan melahirkan. Sebelum pergi, ia mengunci mihrab . Orang-orang tahunya Maryam beribadah di dalamnya; tak seorang pun mendekatinya.

Maryam duduk rehat di bawah pohon kurma yang tinggi-besar. Sambil istirahat, ia berpikir tentang dirinya. Kini ia merasa sakit. Rasa sakit semakin menjadi. Semakin lama semakin bertambah. Maryam melahirkan! “Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata: ’Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan’” (QS Maryam: 23).

Maryam memandang al-Masih yang baru dilahirkannya. Betapa elok wajah bayi itu. Wajah sang bayi tidak merah seperti umumnya bayi yang baru lahir, melainkan putih-bersih. Tergurat di wajahnya kesucian dan cinta-kasih. Sang Bayi ”tergeletak” di atas rerumputan hijau. Ajaib, Sang Bayi berkata-kata; ia bicara pada Sang Ibu agar berhenti bersedih. Ia meminta Sang Ibu menggoyangkan pangkal pohon kurma sehingga buah-buahnya yang sudah matang berguguran. Makan dan minumlah, wahai Bunda. Penuhi jiwa dengan kedamaian dan suka-cita. Tidak usah banyak pikiran. Kalau bertemu dengan orang-orang, katakan pada mereka bahwa demi Tuhan Yang Maha Rahman aku telah bernazar untuk puasa bicara dengan siapa pun pada hari ini.

Nabi Isa menurut Imam Ali

Di antara kata-kata terbaik tentang Nabi Isa adalah kata-kata Imam Ali: “Berbantal batu, berpakaian kasar, hidangannya lapar, lampu penerangnya bulan kala malam, hamparan bumi sebagai pelindung di musim dingin, buah rihanah yang biasa dimakan hewan makanannya, tak punya istri yang mencemburuinya, tak punya anak yang dikhawatirkannya, tak punya harta yang dapat digunakannya, tak punya sifat tamak yang menghinakannya, tunggangannya kedua kakinya, pelayannya kedua tangannya.” Tentang dirinya, Nabi Isa berkata: ”Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali” (QS Maryam: 33).

Salam sejahtera bagi siapa saja yang bersuka-cita atas kelahiran al-Masih Isa Ibnu Maryam ’alaihissalam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *