Penelitian

BRIN Manfaatkan Senyawa Semiokimia untuk Pengendalian Serangga Hama

Advertisements

Serangga hama terus menjadi tantangan besar bagi petani, yang umumnya masih mengandalkan insektisida kimia untuk pengendalian. Untuk itu, alternatif teknologi yang efektif dan ramah lingkungan sangat diperlukan. Peneliti dari Pusat Riset Zoologi Terapan, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan (ORHL), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), I Made Samudra, mengungkapkan potensi senyawa semiokimia dalam pengendalian serangga hama dalam webinar bertema “Senyawa Semiokimia: Eksplorasi dan Pemanfaatan untuk Pengendalian Serangga Hama” pada Jumat, 25 Agustus 2024.

Penggunaan Semiokimia untuk Memanipulasi Perilaku Serangga

“Salah satu teknologi alternatif yang menjanjikan adalah penggunaan senyawa semiokimia untuk memanipulasi perilaku serangga. Semiokimia adalah senyawa pembawa pesan yang diproduksi oleh satu organisme dan mempengaruhi perilaku organisme lain,” jelas Made. Ia menambahkan bahwa serangga sangat bergantung pada sinyal kimia untuk berbagai perilaku penting seperti mencari makanan, menemukan inang, dan pasangan kawin.

Made menjelaskan bahwa semiokimia dibagi menjadi dua kelompok: feromon dan alelokemik. Feromon adalah senyawa yang mempengaruhi individu dalam spesies yang sama, sedangkan alelokemik mempengaruhi interaksi antarspesies, seperti bau tumbuhan yang menarik serangga. “Feromon dapat dikategorikan sebagai feromon seks, feromon agregasi, dan feromon peringatan. Feromon seks, misalnya, digunakan oleh betina untuk menarik jantan, sementara feromon agregasi digunakan untuk mengundang individu berkumpul, dan feromon peringatan digunakan untuk memberi sinyal bahaya,” paparnya.

Made menambahkan bahwa feromon yang efektif dalam pengendalian hama harus digunakan pada waktu dan fase hidup yang tepat. Misalnya, untuk serangga penggerek padi, feromon seks aktif pada malam hari ketika serangga beraktivitas. “Feromon spesifik spesies memiliki rantai karbon tertentu dan gugus fungsional yang unik, serta rasio komponen yang khas,” ujar Made.

Metode Pemanfaatan Feromon

Pemanfaatan feromon dalam pengendalian serangga mencakup berbagai metode seperti monitoring, mating disruption, dan mass trapping. Monitoring menggunakan feromon untuk memantau populasi serangga, sedangkan mass trapping bertujuan menurunkan populasi di bawah ambang kendali. Mating disruption melibatkan penggunaan feromon sintetis untuk mengganggu pencarian pasangan kawin oleh jantan. “Contohnya, dalam pengendalian Spodoptera exigua (ulat bawang), penggunaan feromon sebagai atraktan bisa mengurangi kebutuhan akan insektisida kimia yang berlebihan,” kata Made.

Ia juga menjelaskan bahwa selama ini petani sering menggunakan insektisida kimia secara intensif untuk mengendalikan hama, yang bisa mencapai 1,5 juta liter per tahun untuk lahan seluas 40.000–60.000 hektar. Sebagai alternatif, BRIN mengembangkan produk seperti Fero Lanas yang menggunakan feromon untuk pengendalian hama bawang dengan cara yang lebih efektif, efisien, dan ramah lingkungan.

Baca juga: BRIN & Kedubes Rusia Perkuat Hubungan Melalui Nobar Eksplorasi Ruang Angkasa

Dalam webinar yang sama, Sempurna Ginting dari Universitas Bengkulu mempresentasikan potensi pemanfaatan musuh alami dalam pengendalian hama pertanian. Kepala Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN, Delicia Yunita Rahman, menutup acara dengan menyatakan bahwa webinar ini bertujuan untuk memperkenalkan riset zoologi terapan dan mendorong kerjasama lebih lanjut dengan mitra seperti Universitas Bengkulu. “Kami berharap diskusi ini dapat menjadi awal kerjasama riset yang bermanfaat bagi kedua belah pihak,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *