Uncategorized

Sejarah dan Makna Hari Raya Galungan bagi Umat Hindu-Bali

Advertisements

Sejarah Hari Raya Galungan memiliki akar mitologis yang dalam dan makna penting bagi masyarakat Hindu di Bali. Perayaan ini pertama kali dirayakan pada tahun 882 Masehi setelah sempat terhenti selama beberapa tahun, kembali dihidupkan pada masa pemerintahan Raja Sri Jayakasunu.

Mengenal Hari Raya Galungan

Galungan adalah hari raya yang dirayakan setiap enam bulan sekali dalam kalender Bali, jatuh pada hari Rabu Kliwon menurut wuku Dungulan. Istilah khusus untuk hari itu adalah Budha Kliwon Dungulan, yang bermakna “hari kemenangan dharma (kebenaran) atas adharma (kejahatan)”.

Hari Raya Galungan adalah perayaan agama Hindu Bali untuk memperingati kemenangan Dharma atas Adharma dalam mitologi Hindu. Perayaan ini berlangsung selama 10 hari berturut-turut, dimulai dari hari Rabu Kliwon Dungulan. Selama periode ini, umat Hindu Bali melakukan berbagai kegiatan keagamaan seperti mengunjungi pura, bersembahyang, memberikan persembahan kepada para dewa, serta berkumpul bersama keluarga dan kerabat.

Ciri Khas Hari Raya Galungan

Salah satu ciri khas Hari Raya Galungan adalah penggunaan penjor, yaitu tiang bambu yang dihiasi dengan anyaman janur dan hiasan lainnya. Penjor dipasang di depan rumah atau di pinggir jalan sebagai tanda perayaan dan penghormatan kepada para leluhur. Selama perayaan Galungan, juga dilakukan tradisi nyekar, yaitu mengunjungi makam para leluhur untuk memberikan persembahan dan menghormati mereka.

Fred B. Eiseman Jr. dalam karyanya “Bali: Sekala and Niskala” (1989) menjelaskan bahwa Galungan merupakan awal dari serangkaian upacara keagamaan yang paling penting di Bali. Masyarakat Bali percaya bahwa roh para leluhur kembali ke rumah pada hari Galungan, sehingga penting bagi mereka untuk menyambut kedatangan roh tersebut dengan doa dan persembahan.

Rangkaian upacara Hari Raya Galungan meliputi berbagai ritual keagamaan seperti memberikan persembahan kepada roh leluhur, mengunjungi pura, dan melaksanakan prosesi keagamaan lainnya. Puncak dari perayaan Galungan adalah hari itu sendiri, diikuti oleh perayaan Kuningan sepuluh hari setelahnya.

Sejarah dan Makna Hari Raya Galungan

Sejarah Hari Raya Galungan terkait erat dengan mitologi Hindu-Bali, yang dirayakan pertama kali pada tahun 882 Masehi. Ritual ini sempat terhenti sejenak sebelum kembali dihidupkan pada masa pemerintahan Raja Sri Jayakasunu, yang menurut cerita mendapat wangsit dari Dewi Durga untuk menghidupkan kembali perayaan ini.

Makna dari Hari Raya Galungan adalah memperingati kemenangan Dewa Indra melawan Mayadenawa dalam mitologi Hindu, yang melambangkan kemenangan kebaikan (Dharma) atas kejahatan (Adharma). Selain itu, Galungan juga mengajarkan umat Hindu untuk mengendalikan hawa nafsu, yang dibagi menjadi tiga kala: Kala Amangkurat, Kala Dungulan, dan Kala Galungan.

Baca juga : Perang Banjarmasin: Latar Belakang & Kronologi Sejarah

Perayaan Galungan tidak hanya memiliki makna keagamaan yang dalam, tetapi juga menjadi bagian penting dari budaya dan tradisi masyarakat Hindu di Bali. Ini merupakan waktu di mana keluarga berkumpul, merayakan bersama, dan menghormati para leluhur, serta menarik minat banyak wisatawan domestik maupun internasional yang tertarik untuk menyaksikan keunikan budaya Bali.

Dengan demikian, Hari Raya Galungan bukan sekadar perayaan agama, tetapi juga simbol kekayaan budaya dan spiritual masyarakat Hindu-Bali yang harus dijaga dan dilestarikan dari generasi ke generasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *