Sekolah

Potensi Eksklusifitas dalam Pengajaran AI & Coding

Advertisements

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Abdul Mu’ti baru-baru ini mengumumkan bahwa pelajaran mengenai Artificial Intelligence (AI) dan coding akan diajarkan mulai dari kelas 4 SD hingga SMP, namun hanya di sekolah-sekolah terpilih. Keputusan ini merupakan tindak lanjut dari harapan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang menginginkan Indonesia memiliki generasi muda yang terampil di bidang teknologi untuk mewujudkan visi Indonesia Emas. Meskipun inisiatif ini bertujuan untuk memperkenalkan teknologi terkini kepada siswa sejak dini, sejumlah pihak, termasuk pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM), mengingatkan adanya potensi masalah yang perlu diperhatikan, khususnya mengenai eksklusifitas akses terhadap pelajaran tersebut.

 Potensi Eksklusifitas dalam Pelajaran AI dan Coding

Peneliti isu masyarakat digital yang juga merupakan Deputi Sekretaris dari Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM, Iradat Wirid, menyampaikan pandangannya terkait kebijakan tersebut. Menurutnya, meskipun ide untuk memperkenalkan AI dan coding kepada siswa memiliki potensi positif, terbatasnya penerapan di sekolah-sekolah tertentu saja berpotensi menimbulkan ketidakadilan dalam hal akses pendidikan.

Iradat mengingatkan bahwa pendidikan yang terbatas hanya untuk sekolah-sekolah tertentu—terutama di kota besar atau sekolah dengan fasilitas lengkap—akan menciptakan ketimpangan. “Eksklusifitas pembelajaran itu tidak pernah bagus. Tidak perlu ambisius dan buru-buru, karena ini semua harus disiapkan dengan totalitas,” tegas Iradat. Menurutnya, penting bagi pemerintah untuk memikirkan program ini dengan lebih inklusif, sehingga tidak hanya berfokus pada sekolah-sekolah yang sudah maju, tetapi juga memberikan kesempatan yang sama bagi sekolah-sekolah di daerah yang mungkin belum memiliki fasilitas memadai.

Lebih lanjut, Iradat mengusulkan agar pelajaran AI dan coding dapat diterapkan secara merata di seluruh sekolah, bukan hanya sebagai proyek percontohan di sekolah-sekolah unggulan. Dengan pendekatan ini, prinsip pemerataan pendidikan dan keadilan sosial bisa tercapai, menghindari apa yang ia sebut sebagai “cherry picking,” di mana hanya sekolah-sekolah tertentu yang dipilih berdasarkan kriteria sepihak.

 Kesiapan Guru dan Infrastruktur yang Perlu Dipersiapkan

Iradat juga menyoroti kesiapan para guru dan infrastruktur yang akan mendukung pengajaran AI dan coding. Ia berpendapat bahwa guru-guru, terutama yang muda, perlu dilatih lebih lanjut dalam mengajarkan logika matematika dan komputasi, yang merupakan dasar dari coding dan pengembangan AI. Selain itu, pelatihan tentang alat dan perangkat yang digunakan untuk mengajarkan coding juga harus menjadi perhatian serius. Tanpa persiapan yang matang, sulit untuk memastikan bahwa materi ini dapat disampaikan secara efektif.

Pemerintah, menurut Iradat, harus memastikan ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai, seperti komputer dan perangkat keras lainnya, yang akan digunakan oleh siswa dan guru. Hal ini akan menjadi tantangan besar, terutama bagi sekolah-sekolah di daerah yang mungkin tidak memiliki anggaran untuk menyediakan teknologi yang dibutuhkan.

 Kesanggupan Siswa dalam Menerima Pelajaran AI dan Coding

Iradat juga menekankan pentingnya memperhatikan kapasitas atau kesanggupan siswa dalam menerima pelajaran yang berfokus pada teknologi tinggi seperti AI dan coding. Menurutnya, pemerintah harus memastikan bahwa materi yang diberikan sesuai dengan kemampuan siswa dan tidak memberikan beban berlebihan. “Materi ajar harus sesuai dengan kapasitas anak,” ujar Iradat.

Sebagai pengenalan pertama, siswa seharusnya diberi pemahaman mengenai logika berpikir dan proses penyelesaian masalah yang esensial dalam coding. Hal ini sangat penting agar siswa tidak hanya terfokus pada hasil instan dari teknologi, tetapi juga memahami proses dan usaha yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Proses belajar ini juga harus diimbangi dengan pembelajaran mengenai kesabaran dan ketelitian, dua sifat penting yang dibutuhkan dalam dunia programming dan pengembangan teknologi.

 Kolaborasi STEM dan Ilmu Sosial untuk Generasi Emas

Lebih jauh, Iradat mengungkapkan bahwa kemajuan dalam bidang Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (STEM) perlu diimbangi dengan pemahaman yang kuat dalam ilmu sosial. Menurutnya, pengajaran STEM yang tidak disertai dengan pengetahuan sosial dapat menghasilkan individu yang kurang sensitif terhadap isu-isu sosial yang berkembang. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar pendidikan STEM dan ilmu sosial diajarkan secara beriringan, menciptakan generasi muda yang tidak hanya melek teknologi, tetapi juga memahami pentingnya aspek sosial dalam pengembangan teknologi tersebut.

Iradat percaya bahwa dengan menggabungkan kemampuan STEM dan pemahaman ilmu sosial, Indonesia dapat menciptakan generasi emas yang tidak hanya cerdas dalam teknologi, tetapi juga bijak dalam menghadapi tantangan sosial yang ada di masyarakat.

Pelajaran AI dan coding yang akan diterapkan di sekolah-sekolah tertentu memang menawarkan banyak peluang bagi generasi muda Indonesia untuk menguasai teknologi digital sejak dini. Namun, untuk mewujudkan tujuan tersebut secara adil dan merata, Iradat Wirid dan pakar lainnya menekankan pentingnya menghindari eksklusifitas dan memastikan bahwa kebijakan ini dapat diterapkan di seluruh sekolah, termasuk di daerah yang lebih terpencil. Selain itu, pendidikan tentang teknologi ini perlu disertai dengan pembelajaran yang sesuai dengan usia dan kemampuan siswa, serta dilengkapi dengan pemahaman tentang pentingnya integrasi ilmu sosial. Dengan pendekatan yang inklusif dan berimbang, pendidikan AI dan coding dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *