Sekolah

Perjanjian Giyanti: Persetujuan yang Membagi Kerajaan Mataram

Advertisements

Pada suatu titik dalam sejarah kolonial Belanda di Indonesia, terjadi sebuah perjanjian yang penting antara VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) dengan Kerajaan Mataram, yang dipimpin oleh Sunan Pakubuwono III, serta kelompok Pangeran Mangkubumi. Perjanjian ini, dikenal sebagai Perjanjian Giyanti, terjadi sebagai akibat dari kerusuhan yang terus menerus di Mataram setelah Sultan Agung meninggal. Dengan demikian, Perjanjian Giyanti tidak hanya menjadi catatan sejarah penting, tetapi juga mengubah lanskap politik di Jawa pada masa itu.

Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 17 Maret 1755 di Desa Giyanti, yang sekarang dikenal sebagai Desa Janti di Jawa Tengah. Dengan tandatangan perjanjian ini, secara de facto dan de jure, kekuasaan Kerajaan Mataram berakhir.

Berikut adalah beberapa pasal kunci dalam Perjanjian Giyanti:

  1. Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan Hamengkubuwono Senopati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifattullah atas separuh Kerajaan Mataram. Gelar tersebut akan diwariskan turun-temurun kepada ahli warisnya.
  2. Perjanjian menekankan pentingnya kerjasama antara rakyat yang berada di bawah kekuasaan VOC dengan rakyat Kesultanan Mataram.
  3. Sebelum memulai tugasnya, Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder) dan para Bupati harus bersumpah setia pada VOC di tangan Gubernur.
  4. Sultan tidak akan melakukan pengangkatan atau pemecatan Pepatih Dalem dan Bupati tanpa persetujuan VOC.
  5. Sultan akan memberi ampunan kepada Bupati yang selama ini mendukung VOC dalam konflik.
  6. Sultan tidak akan mengklaim hak atas Pulau Madura dan daerah-daerah pesisir yang sebelumnya telah diserahkan kepada VOC oleh Sunan Pakubuwono II. Sebagai gantinya, VOC akan memberikan kompensasi kepada Sultan setiap tahunnya.
  7. Sultan berjanji untuk memberikan bantuan kepada Sunan Pakubuwono III sesuai kebutuhan.
  8. Sultan berjanji untuk menjual bahan makanan kepada VOC dengan harga tertentu.
  9. Sultan bersedia untuk mematuhi semua perjanjian yang telah dibuat antara raja-raja Mataram sebelumnya dengan VOC.

Dampak Perjanjian Giyanti

Dampak dari Perjanjian Giyanti adalah pembagian wilayah yang sebelumnya menjadi bagian dari Kesultanan Mataram menjadi dua. Wilayah di sebelah timur Sungai Opak menjadi wilayah Sunan Pakubuwono III dengan pusat pemerintahan di Surakarta, sementara wilayah di sebelah barat Sungai Opak diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi yang kemudian diangkat sebagai Sultan Hamengkubuwono I dengan pusat pemerintahan di Yogyakarta. Meskipun perjanjian ini berhasil meredakan perseteruan antara kedua pihak, namun tidak dapat dipungkiri bahwa campur tangan politik Belanda dalam pembagian kekuasaan juga menjadi salah satu tujuan dari perjanjian ini.

Baca juga : Periode-Periode Penting Dalam Sejarah Islam

Kesultanan Yogyakarta yang dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi, dan Kesultanan Surakarta yang diperintah oleh Pakubuwono III, memiliki wilayah-wilayah tertentu di Jawa Tengah. Namun, tidak semua wilayah kembali di bawah kekuasaan lokal, sebagian wilayah tetap berada di bawah kendali Pemerintah Belanda. Setelah kemerdekaan, kedua kesultanan ini hanya mempertahankan peran sebagai pusat pemerintahan di wilayah mereka masing-masing, yaitu Yogyakarta dan Surakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *