Penelitian tentang Dopamin dan Otak
Hormon Dopamin
Berpindah ke dalam mobil untuk bertemu kekasih dan menikmati makan malam dapat memicu banjir hormon dopamin, yang juga terlibat dalam hasrat terhadap gula, nikotin, dan kokain. Menurut penelitian terbaru dari ahli saraf di CU Boulder, reaksi hormon ini tergantung pada tingkat hubungan yang unik di otak.
Profesor Ilmu Saraf Perilaku di CU Boulder, Zoe Donaldson, sebagai penulis senior studi ini, menyatakan, “Penemuan kami adalah tanda biologis dari hasrat yang membantu kita menjelaskan mengapa kita lebih cenderung bersama beberapa orang daripada orang lain.”
Peran otak dalam sebuah hubungan
Penelitian yang melibatkan tikus padang rumput, mamalia yang membentuk ikatan pasangan monogami, dipublikasikan pada 12 Januari di jurnal Current Biology. Donaldson berusaha mendapatkan wawasan baru tentang otak manusia dalam menjalani hubungan intim dan bagaimana otak mengatasi ketika ikatan tersebut terputus.
Studi ini menunjukkan bahwa neurotransmitter dopamin memainkan peran penting dalam mempertahankan hubungan. Penggunaan teknologi neuroimaging yang canggih memungkinkan para peneliti melihat aktivitas otak tikus secara real-time saat mencoba mendekati pasangannya.
Hasilnya menunjukkan bahwa setiap kali terjadi lonjakan dopamin, otak tikus menunjukkan respons positif terhadap pasangan. Lonjakan ini lebih kuat ketika tikus berinteraksi dengan pasangannya dibandingkan saat bersama tikus asing.
Dalam eksperimen lain, pasangan tikus dipisahkan selama empat minggu, waktu yang cukup lama bagi tikus di alam liar untuk menemukan pasangan baru. Ketika pasangan dipertemukan kembali, mereka masih mengingat satu sama lain, tetapi lonjakan dopamin mereka hampir menghilang. Ini menunjukkan adanya mekanisme dalam otak yang memungkinkan hewan melanjutkan hidup dan membentuk ikatan baru setelah perpisahan.
Reaksi otak menghadapi perpisahan
Donaldson menyatakan bahwa hasil ini bisa menjadi kabar baik bagi mereka yang mengalami perpisahan atau kehilangan pasangan, menunjukkan bahwa otak memiliki mekanisme untuk melindungi diri dari cinta yang tak berbalas atau kehilangan yang tak berujung.
Meskipun penulis menegaskan perlunya penelitian lebih lanjut untuk memastikan relevansi temuan tikus pada manusia, mereka berharap hasil ini dapat membuka jalan bagi terapi baru bagi mereka yang kesulitan dalam menjalin hubungan atau mengatasi rasa kehilangan yang berkepanjangan.