Pemeringkatan Kampus Memicu Riset Kurang Berkualitas?
Ketika kita mengakses situs web universitas di Indonesia, biasanya yang pertama kali muncul adalah informasi mengenai prestasi mereka, termasuk peringkat. Misalnya, jika kita mengunjungi situs web Universitas Tarumanagara, kita akan menemukan bahwa kampus tersebut telah meraih posisi sebagai Universitas Swasta terbaik ke-3 di AppliedHE University Rankings: ASEAN+, Universitas Bintang 4 dalam QS Stars University Ratings, 601+ dalam QS Asia University Rankings, dan Bintang 5 dalam Online Learning menurut QS Rating. Dan tidak hanya itu, situs web universitas lain juga menampilkan informasi serupa.
Contoh dari Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya menunjukkan logo universitas yang terakreditasi unggul, QS World University Rangking, dan sebagainya. Sama halnya dengan situs web Universitas Negeri Jakarta yang menampilkan sertifikat akreditasi Unggul dari BAN-PT.
Urgensi Pemeringkatan Kampus
Tindakan dari ketiga kampus tersebut memberikan gambaran tentang seberapa pentingnya peran lembaga pemeringkatan perguruan tinggi dalam membentuk persepsi masyarakat. Secara tidak langsung, lembaga-lembaga ini menjadi agen pemasaran yang kuat bagi perguruan tinggi. Ketika sebuah universitas mendapat peringkat tinggi dari lembaga pemeringkat yang terkenal, hal ini berdampak besar pada persepsi dan kepercayaan masyarakat. Masyarakat cenderung menganggap perguruan tinggi dengan peringkat terbaik akan memberikan manfaat yang lebih besar, termasuk jaminan karier yang cerah di masa depan.
Dampak yang Ditimbulkan
Namun, pemeringkatan kampus juga membawa sejumlah masalah. Salah satunya adalah penyeragaman metode penilaian yang tidak mempertimbangkan keberagaman budaya, dan pengukuran kualitas penelitian yang hanya melihat output tanpa memperhatikan prosesnya. Hal ini mendorong dosen untuk menjadi “mesin” publikasi, yang pada akhirnya dapat mendorong perilaku tidak etis yang tidak sejalan dengan integritas akademik.
Jadi, apa sebenarnya pemeringkatan universitas itu?
Pemeringkatan universitas adalah proses evaluasi kinerja lembaga pendidikan tinggi berdasarkan standar dan indikator tertentu. Tujuannya adalah untuk menyediakan informasi yang obyektif mengenai kualitas dan reputasi perguruan tinggi, dengan harapan dapat mendorong peningkatan mutu, baik secara lokal maupun global.
Di tingkat internasional, beberapa lembaga pemeringkatan yang terkenal antara lain QS World University Rankings, Times Higher Education World University Rankings, Shanghai Ranking of World Universities, dan lainnya. Sedangkan di tingkat nasional, kita mengenal Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), serta Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT).
Metode dan Kriteria Pemeringkatan Kampus
Setiap lembaga ini memiliki metodologi dan kriteria yang berbeda, seperti penilaian terhadap kualitas pengajaran, riset, fasilitas, reputasi internasional, dan kemampuan untuk menghasilkan lulusan berkualitas, yang umumnya diukur berdasarkan indikator jumlah. Pendekatan ini memiliki sejumlah keuntungan dan kerugian. QS, salah satu firma analisis pendidikan tinggi, menyebutkan empat alasan mengapa pemeringkatan universitas penting.
Pertama, peringkat membantu universitas membangun dan mempertahankan citra positif yang penting dalam keputusan calon mahasiswa. Survei QS Enrollment Solutions International Student tahun 2021 menunjukkan bahwa mahasiswa menilai peringkat institusi sebagai salah satu faktor penting dalam memilih universitas.
Kedua, peringkat juga digunakan sebagai tolak ukur untuk meningkatkan organisasi dan manajemen di universitas. Banyak pemangku kepentingan memanfaatkannya sebagai alat untuk mendorong perubahan strategis dan akademis.
Ketiga, peringkat juga menjadi dasar untuk keputusan penting, mendorong pengumpulan data yang dapat dipercaya dan mendorong analisis mendalam terhadap faktor-faktor kunci yang memengaruhi kesuksesan institusi dalam peringkat.
Terakhir, peringkat juga memiliki pengaruh dalam membentuk kemitraan dan kolaborasi, menguntungkan institusi dengan peringkat tinggi dalam mendapatkan dukungan dan minat bermitra dalam bidang akademis dan profesional.
Meski memiliki nilai penting, pemeringkatan universitas juga bisa menimbulkan permasalahan. Terutama mengenai penggunaannya yang kadang berlebihan, kurang memerhatikan variasi kebutuhan masyarakat, serta mengabaikan konteks. Terkadang fokus pemerintah pada peringkat global juga menjadi masalah. Dalam acara “Top Executive University Gathering” tahun 2023, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, menyatakan bahwa perlu ada momentum yang tepat untuk mendukung dan memperkuat kolaborasi antarperguruan tinggi guna mewujudkan universitas berkelas dunia, yang salah satu indikatornya adalah memperoleh peringkat global yang tinggi. Dalam perkembangannya, peringkat universitas juga cenderung semakin komersial dan berdampak pada promosi pihak tertentu.
Kritik terhadap Cara Pemeringkatan Kampus
Kritik juga diarahkan pada cara pemeringkatan universitas bekerja, yang sering hanya sebatas mengukur produktivitas penelitian tanpa memperhatikan kualitasnya. Reaksi terhadap pemeringkatan kampus yang berfokus pada kuantifikasi ini bermacam-macam. Ada universitas yang memilih untuk tidak mengirimkan data mereka untuk digunakan dalam peringkat universitas, seperti Universitas Utrecht. Mereka memilih pendekatan yang lebih berfokus pada kolaborasi dan pengembangan sains terbuka, karena merasa bahwa peringkat universitas yang umumnya berfokus pada penilaian skor dan persaingan intensif tidak sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai utama mereka.
Sebagai alternatif, pendekatan benchmarking dianggap lebih memadai daripada pemeringkatan. Sebab, pendekatan ini memungkinkan institusi untuk membandingkan kinerjanya dengan institusi sejenis berdasarkan kebutuhan dan konteks mereka sendiri, yang dapat mengurangi tekanan untuk memenuhi standar yang bersifat umum.
Pingback: Politik, Tata Kelola dan Kebijakan Perguruan Tinggi - DUNIA PENDIDIK