Kampus

Mengatasi Ageism di Pendidikan Tinggi

Advertisements

Dalam beberapa dekade mendatang, perkiraan menunjukkan bahwa populasi lansia di seluruh dunia akan meningkat drastis, dengan lebih dari 30% dari total populasi akan berusia di atas 60 tahun pada tahun 2050. Namun, di balik tren demografis ini, kita menghadapi tantangan serius yang dikenal sebagai ‘ageism’. Fenomena ini mencakup sikap negatif dan diskriminasi terhadap individu berdasarkan usia mereka.

Dalam konteks pendidikan tinggi, ‘ageism’ muncul dalam berbagai bentuk yang menghambat kesempatan belajar dan karier bagi individu berusia lanjut. Dari pembatasan peluang studi lanjut hingga stereotip yang memengaruhi proses perekrutan dan seleksi, tantangan ‘ageism’ perlu diatasi dengan tindakan konkret.

  1. Pembatasan Akses ke Peluang Pendidikan

Salah satu masalah utama adalah pembatasan akses bagi individu berusia lanjut untuk mengejar pendidikan tinggi. Universitas seringkali cenderung mengabaikan kebutuhan mahasiswa yang lebih tua dalam perencanaan program studi, seperti halnya dalam program Ph.D. Di sini, solusi bisa ditemukan dengan memperluas opsi paruh waktu dan menyesuaikan jadwal untuk memfasilitasi partisipasi yang lebih luas dari berbagai kelompok usia.

  1. Stereotip dan Diskriminasi dalam Perekrutan

Stereotip tentang produktivitas dan kemampuan staf berusia lanjut juga merupakan masalah yang signifikan dalam pendidikan tinggi. Universitas perlu memperkenalkan proses perekrutan dan seleksi yang lebih adil dan transparan, yang didasarkan pada kualifikasi dan prestasi tanpa memandang usia. Memperkuat kebijakan anti-diskriminasi usia dan memberikan pelatihan tentang kesadaran ‘ageism’ kepada staf dan fakultas adalah langkah penting dalam mengatasi masalah ini.

  1. Mendukung Karier Akademik Perempuan

Perempuan, terutama yang berusia lebih tua, sering mengalami hambatan dalam mengembangkan karier akademik mereka. Institusi pendidikan tinggi harus aktif dalam memberikan dukungan dan mempromosikan kesetaraan gender serta mengakui nilai berbagai pengalaman yang dibawa oleh perempuan berusia lanjut ke dalam lingkungan akademik.

Baca juga : Peran Penting Generasi Muda dalam Reformasi Jangka Panjang

 Tindakan yang Perlu Dilakukan

Untuk mengatasi ‘ageism’ dalam pendidikan tinggi, langkah-langkah berikut dapat diambil:

– Menerapkan kebijakan inklusif yang mempromosikan kesetaraan akses dan kesempatan bagi individu dari segala usia.

– Menghilangkan hambatan struktural dengan merevisi kebijakan yang diskriminatif dan menyesuaikan praktik perekrutan yang lebih adil.

– Meningkatkan kesadaran tentang stereotip usia dan mempromosikan sikap positif terhadap keberagaman usia melalui kampanye pendidikan dan pelatihan.

Dengan mengambil langkah-langkah ini, institusi pendidikan tinggi dapat menciptakan lingkungan yang inklusif dan adil, yang memungkinkan individu dari semua kelompok usia untuk berkembang dan berkontribusi secara maksimal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *