Jejak Trah Ki Juru Martani di Kembangarum, Turi, Sleman
Oleh: M. Yaser Arafat, Dosen UIN Sunan Kalijaga
Pasareyan Randu Alas yang berada di Kembangarum, Donokerto, Turi, Sleman, ini, cukup unik dan asyik bagi saya. Beberapa kali saya menyowani makam tua di sini, perasaan gembira selalu menyapa. Selain pasareyan ini, desa ini juga memiliki pasareyan lain di tengah perkampungan. Apalagi ada masjid tua yang diperkirakan dibangun pada tahun 1800-an.
Warga sekitar makam tidak mengetahui identitas makam ini. Meski demikian, ada jejak-jejak pembakaran kemenyan dan dupa di makam ini sebelum kedatangan saya. Ditambah lagi, lantai makam ini telah dibalut dengan batu batako. Kabar dari mulut ke mulut menyebutkan bahwa makam ini dimuliakan oleh beberapa orang dari Semarang, Jawa Tengah.
Jejak-jejak sejarah abad ke-19 di kawasan Kembangarum dapat dilacak dari berita tentang P.M.M. Van Bouwen yang merupakan perusahaan perkebunan kopi, den Boyen, di Kembangarum, di sisi Gunung Merapi, Sleman. Laporan Carl von Winckelmann, inspektur Budaya Kopi, pada April 1825, menyebutkan bahwa pekerja perkebunan ini adalah campuran warga desa setempat dan buruh harian.
Mereka dibayar 10 duit (13 cent) untuk setiap 100 pohon yang dibersihkan dan disiangi dengan fasilitas dua kali makan nasi gratis dalam sehari. Sedangkan sang mandor dibayar 30 duit (40 cent) sehari. Warga Kembangarum bahkan diwajibkan untuk melakukan pekerjaan ini (kerigan) selama dua hari dalam seminggu. Yang pertama dibayar dan yang kedua tidak dibayar. Kurang lebih ada 105.000 pohon kopi di perkebunan ini (Carey 2008, 463).
Sebuah catatan sejarah menyebutkan beberapa tokoh yang dimakamkan di Kembangarum ini adalah trah Ki Juru Martani. Di catatan itu, Kembangarum disebutkan dengan istilah “dusun pagergunung kembangarum”, melalui kalimat: “..wonten doesoen Pager-goenoeng Kembang-aroem, bawah Kaboepaten Sleman Ngajogja“.
Nama-nama tokoh yang dimakamkan di Pager-gunung Kembangarum adalah: Kyai Cakradikrama (Bagus Pundong), Mas Ajeng Mangunreja yang menjadi istri Mas Mangunreja. Perkawinan Mas Ajeng Mangunreja dan Mas Mangunreja melahirkan lima orang anak: Mas Rara Kapilah, Mas Agus Ngabdul Mintareja, Mas Agus Manap Kartareja, Mas Agus Ngali, dan Mas Agus Jaidun ” (Serat Salasilah 1899, 375).
Jika diurutkan ke atas, para tokoh yang disebut dimakamkan di Kembangarum itu adalah anak-keturunan Kyai Juru Martani. Urutannya dari atas ke bawah adalah: Kyai Juru Martani → Adipati Manduranegara → Pangeran Mandurareja I → Pangeran Mandurareja II [masa Mataram Islam, makamnya di Drana, Boyolali → Pangeran Mandurareja III [meninggal pada Perang Tegal] → Raden Riya Mandurareja [meninggal pada Perang Pecinan] → Tumenggung Nitinegara [Bupati Kaliwungu 6] → Ngabei Cakradiwirya [Patih Kabupaten Kaliwungu] → Ngabei Cakrasemita [Patih Kabupaten Kendal] → Kyai Cakradikrama (Bagus Pundong) di Kembangarum → Mas Ajeng Mangunreja + Mas Mangunreja di Kembangarum (Serat Salasilah 1899, 359, 361–63, 371, 373, 375).
Dugaan kuat, makam tokoh ini dan makam-makam tua yang yang berada di utara paling barat Pasarean Randu Alas Kembangarum ini adalah makam tokoh-tokoh di yang disebutkan di atas, yaitu Kyai Cakradikrama, Mas Ajeng Mangunreja, Mas Mangunreja, dan makam-makam anak-turun mereka. Mengapa? Sebab makam sesepuh ini ada yang pernah memuliakannya dan membangunnya beberapa orang dari wilayah Semarang. Kuat kemungkinan orang-orang yang memuliakan makam itu adalah anak-turun atau keluarga besar mereka. Wallahu a’lam.
Semoga mereka semua yang dimakamkan di pasareyan ini dan para pembuat kijing-nisan mereka diampuni oleh Allah swt, disyafaati oleh Kanjeng Rasulullah saw, dijauhkan dari fitnah kubur, dan dimasukkan ke dalam surga. Amin.
Linnabi walahumul Fatihah
Salamun ngalaikum thibtum ya ahla Mataram..!