Penelitian

Hampir 50% Peneliti Meninggalkan Dunia Sains dalam 10 Tahun Terakhir

Advertisements

Sebuah penelitian besar yang melibatkan hampir 400.000 ilmuwan dari 38 negara mengungkapkan bahwa hampir setengah dari mereka memutuskan untuk meninggalkan dunia sains. Namun, apa yang mendasari keputusan ini?

Dalam studi tersebut, ditemukan bahwa 0,3% peneliti berhenti melakukan publikasi dalam lima tahun setelah menerbitkan karya pertama mereka. Angka tersebut melonjak menjadi hampir 50% dalam waktu sepuluh tahun. Penelitian ini, yang diterbitkan dalam jurnal Higher Education, menggunakan data dari basis data kutipan Scopus untuk melacak karier penerbitan ilmiah para peneliti. Menariknya, hasilnya menunjukkan bahwa perempuan cenderung lebih mungkin meninggalkan dunia sains dibandingkan laki-laki, meskipun besaran perbedaan ini bervariasi tergantung disiplin ilmu.

“Kami selalu tahu bahwa banyak orang meninggalkan dunia sains, tetapi skala fenomena ini masih belum jelas,” ungkap Marek Kwiek, rekan penulis studi dan peneliti karier akademis di Universitas Adam Mickiewicz, Poznań, Polandia, seperti dilansir Nature.com.

 Upaya Terbesar untuk Mengukur Pengunduran Diri dari Dunia Sains

Studi ini merupakan yang terluas dalam mengukur seberapa banyak peneliti yang meninggalkan profesi mereka. Sebelumnya, banyak penelitian yang terbatas dan hanya berfokus pada peneliti di Amerika Serikat. “Data besar seperti ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang masalah ini,” kata Joya Misra, sosiolog di University of Massachusetts, Amherst, yang fokus pada isu gender dan ketidaksetaraan dalam akademisi.

 Meninggalkan Laboratorium

Dalam penelitian ini, Kwiek dan timnya melacak karier penerbitan dari dua kelompok: 142.776 peneliti (52.115 di antaranya perempuan) yang mulai menerbitkan pada tahun 2000, dan 232.843 peneliti (termasuk 97.145 perempuan) yang mulai pada tahun 2010. Mereka berasal dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara di Eropa, serta mewakili 16 disiplin ilmu yang berbeda.

Hasilnya menunjukkan bahwa dalam lima tahun pertama, hanya 0,3% dari peneliti kelompok tahun 2000 yang berhenti menerbitkan. Namun, angka tersebut meningkat hampir setengahnya dalam satu dekade. Selain itu, perempuan 12% lebih mungkin meninggalkan dunia sains dibandingkan laki-laki dalam jangka waktu lima hingga sepuluh tahun. Pada tahun 2019, hanya 29% perempuan dalam kelompok tersebut yang masih aktif menerbitkan, sementara angka tersebut mencapai hampir 34% untuk laki-laki.

Kelompok tahun 2010 menunjukkan kesenjangan gender yang lebih kecil, di mana sekitar 41% perempuan dan 42% laki-laki masih menerbitkan karya sembilan tahun setelah publikasi pertama mereka. Ini adalah perkembangan yang menjanjikan, menurut Damani White-Lewis, peneliti pendidikan tinggi di University of Pennsylvania. “Selalu baik mengetahui kapan kita mencapai kemajuan, karena kita perlu meniru hal-hal yang berhasil.”

Namun, dalam beberapa disiplin ilmu, terutama biologi, perbedaan gender yang mencolok masih terlihat. Contohnya, perempuan di bidang biologi memiliki kemungkinan 58% untuk meninggalkan sains setelah sepuluh tahun, sementara laki-laki memiliki angka hampir 49%. Sebaliknya, di bidang fisika, peluang perempuan untuk meninggalkan sains setelah satu dekade adalah 48%, mirip dengan laki-laki yang berada di angka 47%. Di bidang matematika, teknik, dan ilmu komputer—di mana perempuan kurang terwakili—perbedaan gender juga minimal.

“Temuan ini menunjukkan perlunya perhatian lebih dalam memfasilitasi masuk, keberhasilan, dan retensi para peneliti,” tambah White-Lewis.

Baca juga : Kisah Dosen yang Berhenti Mengajar karena ChatGPT

 Alasan di Balik Keputusan untuk Berhenti

Meskipun penelitian ini memberikan wawasan tentang kapan dan di mana peneliti meninggalkan profesi mereka, tidak ada penjelasan mendalam mengenai alasan di balik keputusan tersebut. Banyak faktor dapat berkontribusi, seperti pindah ke lembaga yang kurang berfokus pada penelitian, beralih ke industri, atau mengambil peran administratif.

Dalam penelitian tahun 2023, White-Lewis dan timnya menganalisis keputusan 773 anggota fakultas di lembaga akademik di AS antara tahun 2015 dan 2019. Mereka menemukan bahwa alasan keluarga, status jabatan, dan gaji adalah faktor signifikan yang mempengaruhi keputusan untuk keluar.

“Menarik untuk melihat bagaimana data dari Scopus dapat dipadukan dengan data institusional,” kata White-Lewis.

Dengan temuan ini, diharapkan dapat mengedukasi para pemangku kepentingan dalam dunia akademik untuk lebih memahami tantangan yang dihadapi peneliti, terutama perempuan, sehingga langkah-langkah dapat diambil untuk meningkatkan retensi dan dukungan di dunia sains.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *