Kampus

Kisah Dosen yang Berhenti Mengajar karena ChatGPT

Advertisements

Perkembangan pesat teknologi Kecerdasan Buatan (AI), khususnya ChatGPT, membawa dampak besar dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan. Meskipun menawarkan banyak kemudahan, kehadirannya juga menimbulkan ancaman serius di perguruan tinggi.

ChatGPT dikenal sebagai teknologi yang dapat mensimulasikan percakapan manusia. Pengguna dapat mengajukan pertanyaan atau memberikan perintah, dan sistem ini akan memberikan jawaban dengan cepat dan akurat. Meskipun dapat membantu dalam menyelesaikan tugas, ChatGPT tidak dapat menafsirkan data secara mendalam. Ini membuat pengguna cenderung mengandalkan teknologi ini untuk menulis tugas tanpa berpikir kritis.

 Godaan AI dalam Kepenulisan

Victoria Livingstone, seorang doktor dalam bidang sastra Hispanik dan pengajar di AS, berbagi pengalamannya setelah hampir 20 tahun mengajar menulis dan sastra. Ia memutuskan untuk berhenti mengajar akibat penggunaan teknologi AI seperti ChatGPT.

“Saya berhenti, sebagian besar karena model bahasa besar (LLM) seperti ChatGPT,” ujarnya dalam wawancara dengan majalah Time.

Bagi Livingstone, menulis adalah proses yang melibatkan pemikiran mendalam. Ia menghabiskan waktu berbulan-bulan dalam program doktoralnya untuk mengolah disertasi. “Menulis adalah kerja keras, dan dengan kemudahan yang ditawarkan AI, banyak siswa yang mungkin enggan menghadapi tantangan ini,” tambahnya.

 Ketergantungan Mahasiswa pada ChatGPT

Livingstone mengamati bahwa mahasiswa di program doktoral di perguruan tinggi teknik sangat akrab dengan mekanisme AI generatif. Meskipun mereka menyadari bahwa LLM tidak selalu dapat diandalkan dan menyadari masalah etika yang muncul, kenyataannya banyak yang tetap bergantung pada teknologi ini.

“Beberapa mahasiswa mengaku menyusun penelitian dalam bentuk catatan dan meminta ChatGPT untuk menulis artikelnya,” jelas Livingstone, yang juga mengajar di beberapa universitas di New Jersey.

Sebagai guru berpengalaman, ia tidak sepenuhnya menolak penggunaan AI dalam penelitian, meskipun ia berusaha untuk memadukan teknologi ini dalam metode pengajarannya.

 Hasil Karya Mahasiswa yang Dipengaruhi AI

Livingstone mengingatkan siswa bahwa ChatGPT dapat mengubah makna teks ketika diminta untuk merevisi. Ia mencatat bahwa tulisan yang dihasilkan AI sering kali tidak memiliki gaya yang kuat dan tidak selalu membantu siswa dalam menghindari plagiarisme.

“Di awal semester, saya meminta siswa untuk menulis di kelas sebagai sampel dasar. Ini membantu saya membedakan antara tulisan mereka dan yang dihasilkan oleh AI,” ungkapnya.

Ia mencatat bahwa banyak hasil tulisan yang dihasilkan oleh ChatGPT tidak logis dan sulit dipahami, sehingga ia menghabiskan lebih banyak waktu untuk menilai karya AI dibandingkan dengan karya mahasiswa.

Livingstone menekankan bahwa pendidik harus beradaptasi dengan kehadiran AI. Meskipun ada dampak positif, guru perlu menjauh dari aktivitas mekanis dan menemukan cara untuk mendorong siswa berpikir kritis. “Siswa perlu percaya pada kemampuan kognitif mereka dan belajar untuk menulis dengan jelas,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *