Pesantren

Abu Syuja’: Tokoh Sentral dalam Fikih Syafi’i & Kitab Matan Taqrib

Advertisements

Abu Syuja’, atau yang bernama lengkap Abu Suja’ Ahmad bin Husen bin Ahmad al-Asfahani, adalah figur yang tak terpisahkan dari perkembangan fikih dalam mazhab Syafi’i. Dia dikenal sebagai pengarang kitab Matan Taqrib, sebuah karya monumental yang menjadi panduan utama bagi para pemula dalam memahami hukum-hukum Islam dalam mazhab Syafi’i.

Pengertian Ilmu Fikih

Ilmu fikih merupakan salah satu cabang utama dalam studi agama Islam yang memusatkan perhatiannya pada aturan-aturan dan hukum-hukum syariat Islam yang bersifat amaliyah. Pengembangan ilmu ini bergantung pada dalil-dalil yang terperinci, berdasarkan Al-Qur’an, Hadis Nabi, serta pendapat-pendapat ulama yang terhormat melalui Ijma’ (kesepakatan) dan Qiyas (analogi).

Secara etimologis, kata “fikih” berasal dari kata faqiha yafqohu, yang dapat diartikan sebagai “memahami dengan mendalam”. Dalam konteks agama Islam, fikih merujuk pada pemahaman dan pengertian manusia terhadap ajaran Islam yang mencakup segala aspek kehidupan sehari-hari, baik dalam urusan ibadah maupun muamalah (hubungan sosial, ekonomi, dan hukum).

Kitab Matan Taqrib

Kitab Matan Taqrib merupakan salah satu referensi utama dalam pembelajaran fikih mazhab Syafi’i, khususnya bagi santri pemula di pesantren dan madrasah. Karya ini disusun secara ringkas namun komprehensif, menyajikan aturan-aturan fikih dari berbagai bidang seperti ibadah, muamalah, hukum pernikahan, waris, dan lain sebagainya.

Biografi Abu Syuja’

Abu Syuja’ lahir di kota Basrah, Irak, pada tahun 434 H dan menghabiskan lebih dari 40 tahun hidupnya untuk mempelajari mazhab Syafi’i. Meskipun terdapat perdebatan mengenai umur sebenarnya, beberapa sumber menyatakan bahwa dia hidup hingga usia 160 tahun, sementara sumber lain menyangkal hal ini dengan merujuk pada pengakuan muridnya, Abu Tahir as-Silafi.

Pengarang kitab Matan Taqrib ini dikenal dengan gelar al-Qadhi, yang merujuk pada jabatannya sebagai seorang hakim yang dihormati dalam masyarakat. Gelar Abu Syuja’ sendiri mencerminkan sifatnya yang berani dalam mengungkap kebenaran dan keadilan, sementara al-Asfahani merupakan penghormatan kepada keluarganya yang memiliki akar di Asfahani, Iran.

Kehidupan Abu Syuja’

Selama hidupnya, Abu Syuja’ tidak hanya aktif dalam kapasitasnya sebagai hakim, tetapi juga memperhatikan kehidupan spiritualnya dengan membaca Al-Qur’an dan menjalankan ibadah secara teratur. Dia dikenal sebagai sosok yang adil, tidak membedakan status sosial atau agama dalam menjatuhkan hukum.

Setelah pensiun dari jabatannya sebagai hakim, Abu Syuja’ memilih untuk hidup sederhana dan menjadi seorang zuhud. Dia menetap di Madinah dan mengabdikan dirinya untuk mengelola Masjid Nabawi. Kematian beliau terjadi ketika sedang menjaga masjid tersebut, dan ia dimakamkan di Pemakaman Baqi’, berdekatan dengan makam putra Nabi Muhammad, Sayidina Ibrahim.

Isi Matan Taqrib

Matan Taqrib sendiri ditulis oleh Abu Syuja’ setelah ia pindah ke Baghdad dari Basrah. Karya ini menjadi respons atas permintaan dari sahabat-sahabatnya untuk menyusun sebuah panduan fikih yang ringkas namun komprehensif, terutama mengenai hukum-hukum harian yang sering ditanyakan. Kitab ini diterbitkan pertama kali di Aleppo, Suriah, pada tahun 1320 M dan sejak itu menjadi rujukan utama di kalangan ulama fikih Mazhab Syafi’i di seluruh dunia Islam.

Isi dari Matan Taqrib mencakup 17 bab yang mengulas berbagai aspek fikih, seperti ibadah, muamalah, hukum pidana, waris, dan lain-lain. Setiap bab dibuka dengan penjelasan umum tentang hukum yang akan dibahas, diikuti dengan detail-detail spesifik seperti syarat-syarat dan rukun-rukun yang mengaturnya.

Pengaruh Matan Taqrib begitu besar sehingga banyak ulama mengomentari dan menghasilkan karya-karya syarah (komentar) atau hasyiah (penjelasan) terhadapnya. Hal ini memperluas pemahaman dan penerapan hukum fikih Syafi’i dalam berbagai konteks zaman, baik di dunia Arab maupun di Nusantara. Matan Taqrib juga telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Barat seperti Prancis dan Jerman, menunjukkan relevansinya sebagai salah satu karya klasik yang mendalam dan universal dalam pemahaman fikih Islam.

Secara keseluruhan, karya Abu Syuja’ dan terutama Matan Taqrib telah memberikan kontribusi yang tak ternilai dalam penyebaran dan pemahaman fikih mazhab Syafi’i di seluruh dunia Muslim, menjadikannya sebagai salah satu referensi utama yang tidak tergantikan dalam studi fikih Islam hingga saat ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *