Pesantren

Imam Nawawi, Ulama Produktif Asal Suriah

Advertisements

Imam Nawawi dikenal sebagai salah satu ulama besar dari Suriah yang meninggalkan warisan karya-karya penting dalam khazanah keislaman. Namun, tragisnya pada tahun 2015, makamnya di Nawa, Suriah, diledakkan oleh kelompok bersenjata dalam konteks konflik yang berkepanjangan di negara tersebut.

Biografi Singkat Imam Nawawi

Imam Nawawi dilahirkan di desa Nawa, sebuah pusat kota Al-Jaulan yang terletak di Kawasan Hauran di Provinsi Damaskus, pada bulan Muharram tahun 631 H (Oktober 1233 M). Nama lengkapnya adalah Abu Zakaria Yahya bin Syarafuddin Muri bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jum’ah bin Hizam al-Hizami an-Nawawi.

Sejak kecil, kecerdasan dan kepribadian Imam Nawawi sudah tampak. Didikan dari orang tua dan kecenderungannya untuk membaca dan menghafal Al-Qur’an sejak usia dini menunjukkan bakat dan minatnya dalam bidang keilmuan. Pada usia 18 tahun, Imam Nawawi pindah ke Damaskus bersama ayahnya untuk belajar di Madrasah Darul Hadits dan menetap di Pondok al-Rawahiyah yang berdekatan dengan Masjid al-Umawi. Di sana, ia memperdalam pengetahuan dengan berguru kepada ulama-ulama terkemuka saat itu, seperti Syeikh Abu Ibrahim Ishaq, Al-Qadhi Abu Al Fath Umar, dan lainnya, dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti fikih, ushul fikih, nahwu, sharaf, tarikh, dan hadits.

Karya Imam Nawawi

Imam Nawawi dikenal sebagai sosok yang sangat tekun dalam memperdalam ilmu pengetahuan Islam. Beliau menghafal banyak kitab dan menulis dengan produktivitas yang tinggi. Karyanya meliputi bidang hadits, fikih, tafsir, akidah, bahasa Arab, dan pendidikan serta adab.

Salah satu karya terkenalnya, “Arbain An Nawawiyah,” memuat empat puluh dua hadits pilihan. Kitab ini terinspirasi dari sebuah hadits yang menyatakan bahwa siapa pun di antara umat Islam yang menghafal empat puluh hadits terkait dengan perkara agamanya, Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat bersama golongan fuqaha dan ulama. Imam Nawawi menambahkan dua hadits tambahan yang dianggapnya sangat penting dalam meneguhkan pokok-pokok agama Islam.

Imam Nawawi juga dikenal dengan julukan “Muhyiddin,” yang berarti orang yang menghidupkan agama, meskipun beliau sendiri sangat tawadhu (rendah hati) dan enggan menerima julukan tersebut. Julukan ini mencerminkan pengaruh besar yang dimilikinya dalam memperkuat keimanan dan pengetahuan agama di kalangan masyarakat.

Setelah menamatkan studinya, Imam Nawawi menjadi guru di berbagai institusi pendidikan di Damaskus dan mengajar berbagai disiplin ilmu. Gajinya pun sering ia sisihkan untuk kegiatan amal, seperti membangun perpustakaan di madrasah tempatnya mengajar.

Baca juga : Ibnu Malik, Ahli Nahwu dan Sharaf dari Andalusia

Imam Nawawi meninggal dunia pada tahun 676 H/1277 M di Nawa, Suriah, pada usia 45 tahun. Namun, warisannya dalam bentuk karya ilmiah yang berharga terus dikenang dan dipelajari oleh generasi setelahnya, meskipun makamnya sendiri menjadi korban dari kekerasan dalam konflik yang terus berlangsung di Suriah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *