Sejarah Kerajaan Bali: Jejak Buddha-Hindu di Pulau Dewata
Kerajaan Bali memancarkan pesona sejarahnya di tengah samudra Hindia, menjelma sebagai salah satu kerajaan kuno yang kaya akan kearifan dan keindahan budaya Hindu-Budha di Indonesia. Terletak di Pulau Dewata, Bali, kerajaan ini memiliki pusat kekuasaan di daerah Pejeng-Bedulu, sebelum kemudian direbut oleh Kerajaan Majapahit.
Jejak Awal dan Pengaruh Budha-Hindu
Sebelum dikuasai oleh Majapahit, kerajaan kuno Bali berpusat di Pejeng-Bedulu, sebuah wilayah yang kini terbagi menjadi dua desa terpisah secara administratif. Meskipun terpisah, kedua desa ini tetap memiliki hubungan erat dalam aspek keagamaan dan budaya, tercermin dalam upacara keagamaan di Pura Penataran Sasih Pejeng dan Pura Samuan Tiga Bedulu.
Berdasarkan prasasti yang ditemukan, pengaruh Agama Budha tercatat masuk ke Bali sebelum agama Hindu. Ini terungkap melalui penemuan stupika-stupika tanah liat yang berisi mantra-mantra Budha pada abad ke-8 Masehi, sejalan dengan keberadaan Candi Kalasan di Jawa Tengah. Barulah setelah itu, pengaruh Agama Hindu mulai masuk ke Bali sekitar satu abad kemudian, tercatat dalam prasasti Sukawana dan Kintamani Bangli pada tahun 804 Saka atau 882 Masehi.
Baca juga : Biografi Jabir bin Hayyan: Bapak Ilmu Kimia Modern
Masa Kemunculan dan Perkembangan Raja-Raja Bali
Dalam sejarah awalnya, beberapa prasasti mengingatkan kita pada keberadaan raja-raja yang pernah memerintah Bali. Prasasti Blanjong tahun 835 Saka atau 913 Masehi menyebutkan nama Raja Adipati Sri Kesari Warmadewa, yang berhasil mengalahkan musuh-musuhnya di Gurun dan di Swal, meskipun lokasi pasti kedua tempat tersebut tidak diketahui.
Dari berbagai prasasti tersebut, terungkap urutan beberapa raja yang memerintah Kerajaan Bali kuno. Raja-raja tersebut meliputi:
- Sri Kesari Warmadewa (835 Saka)
- Sang Ratu Sri Ugrasena
- Sang Ratu Sri Haji Tabanendra Warmadewa dan Sang Ratu Sri Subhadrika Dharmadewi (877 – 889 Saka)
- Jayasingha Warmadewa (882 Saka)
- Janasadhu Warmadewa (897 Saka)
- Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi (905 Saka)
- Gunapriya Dharmapatni dan Dharma Udayana Warmaadewa
- Sri Sang Ajnadewi (938 Saka)
- Marakata (944 – 948 Saka)
- Anak Wungsu (971 – 999 Saka)
- Raja Maharaja Sri Walaprabhu (1001 – 1010 Saka)
- Sakalindu Kirana (1010 – 1023 Saka)
- Raja Sri Maharaja Sri Suradhipa (1037 – 1041 Saka)
- Baginda Sri Maharaja Sri Jayasakti (1053 – 1072 Saka)
- Cri Maharaja Cri Ragajaya (1077 Saka)
- Maharaja Haji Jaypangus (1099 – 1103 Saka)
- Maharaja Haji Ekajaya Lancana dan Sri Maharaja Sri Aryajarya deng Jaya (1122 Saka)
- Batara Guru I atau Sri Adikuntiketana
- Bhatara Parameswara Sri Hyang ning Hyang Adidewalancana (1182 Saka)
- Batara Sri Mahaguru atau Batara Guru II (1246 – 1250 Saka)
- Bhatara Sri Astasura Ratna Bumi Banten (1259 Saka)
Melalui jejak-jejak sejarahnya yang kaya, Kerajaan Bali menjadi bukti hidup akan kejayaan dan kebesaran masa lalu, menciptakan warisan budaya yang abadi dan mempesona hingga hari ini.
Pingback: Kesultanan Demak: Tonggak Awal Islamisasi di Jawa - DUNIA PENDIDIK
Pingback: Kerajaan Kutai: Jejak Peradaban Hindu Pertama di Indonesia - DUNIA PENDIDIK
Pingback: Kerajaan Mataram Kuno: Persatuan Dua Dinasti - DUNIA PENDIDIK
Pingback: Kerajaan Pajajaran: Jejak Mitos dan Sejarah di Tanah Sunda - DUNIA PENDIDIK
Sejarah Kerajaan Bali mencerminkan perjalanan panjang dari pengaruh Buddha dan Hindu yang membentuk identitas budaya yang kaya dan unik.Dari dinasti Warmadewa hingga kerajaan Gelgel dan Klungkung,pengaruh kedua agama ini terlihat dama seni,arsitektur,dan tradisi yang masih dipraktikan oleh masyarakat Bali hingga saat ini.Bali, dengan warisan budayanya yang kaya,tetap menjadi simbol perpaduan harmonis antara pengaruh Buddha dan Hindu di Indonesia.