Kampus

Pentingnya Memperkuat Memori daripada Bergantung pada ChatGPT

Advertisements

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie, baru-baru ini memberikan pernyataan yang menggugah kesadaran mengenai penggunaan teknologi kecerdasan buatan dalam dunia pendidikan. Dalam acara Indonesia Millennial and Gen-Z Summit (IMGS) 2024, Stella mengingatkan bahwa ketergantungan pada alat seperti ChatGPT dapat mengancam kemampuan belajar serta menurunkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.

 Fokus pada Penguatan Memori

Stella menekankan pentingnya memperkuat proses memori di kalangan pendidik dan mahasiswa. Menurutnya, terlalu mengandalkan teknologi dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan berpikir kritis dan evaluasi. “Memori jangka pendek hanya bertahan beberapa detik. Tanpa pendekatan yang tepat, informasi tersebut akan segera terlupakan. Kuncinya adalah mengubah memori jangka pendek menjadi memori jangka panjang melalui metode pembelajaran yang efektif,” ungkap Stella.

 Pentingnya Teknik Elaborasi

Dalam forum tersebut, Stella memperkenalkan konsep elaborasi sebagai teknik yang lebih efektif daripada sekadar pengulangan. Elaborasi melibatkan pengolahan informasi secara aktif, seperti mencatat dengan tangan atau menjelaskan materi kepada orang lain. “Proses elaborasi membantu informasi lebih mudah tertanam dalam memori jangka panjang. Dengan melakukan ini secara konsisten, mahasiswa akan lebih mudah mengingat materi dalam jangka waktu lama,” lanjutnya.

Studi yang diterbitkan oleh Association for Psychological Science mendukung pandangannya. Penelitian menunjukkan bahwa teknik elaborasi memperkuat koneksi antar bagian informasi di otak, sehingga memori menjadi lebih mudah diakses dan bertahan lama. Peneliti dari Harvard University juga menemukan bahwa mahasiswa yang menerapkan teknik ini memiliki pemahaman yang lebih baik dan ingatan yang lebih tahan lama dibandingkan mereka yang hanya mengandalkan repetisi.

 Bahaya Ketergantungan pada Teknologi

Di tengah semakin meningkatnya penggunaan kecerdasan buatan dalam pendidikan, Stella memberikan peringatan tegas tentang risiko ketergantungan pada teknologi. “Jika kita membiarkan teknologi menggantikan proses belajar, kita berisiko kehilangan naluri kritis. Kita bisa kehilangan kemampuan untuk membedakan karya berkualitas dan yang tidak,” jelasnya.

Laporan dari World Economic Forum pada tahun 2023 juga menyoroti dampak negatif dari penggunaan teknologi AI yang berlebihan dalam pendidikan. Meskipun AI dapat memberikan bantuan dalam beberapa aspek pembelajaran, ketergantungan yang berlebihan dapat mengurangi kemampuan manusia dalam berpikir analitis dan kritis. Dalam jangka panjang, hal ini dapat berimbas pada kualitas lulusan yang cenderung mengandalkan teknologi untuk memecahkan masalah, tanpa memahami proses yang mendasarinya.

 Teknologi Sebagai Alat Pembantu

Walau demikian, Stella tidak menolak penggunaan teknologi sepenuhnya. Ia menekankan bahwa alat seperti ChatGPT dapat bermanfaat jika digunakan dengan bijaksana. “Teknologi seharusnya menjadi alat yang membantu, bukan menggantikan proses belajar yang sebenarnya. Kita perlu merancang metode pembelajaran yang seimbang antara teknologi dan pendekatan tradisional,” tegasnya.

Stella mengajak para pendidik untuk menciptakan metode belajar yang memungkinkan interaksi aktif dan pemahaman mendalam. “Tujuan kita adalah membentuk generasi yang tidak hanya mahir dalam teknologi, tetapi juga memiliki pemahaman yang mendalam dan naluri yang kuat dalam menilai kualitas suatu karya,” tutup Stella.

Baca juga : Optimalisasi Teknologi untuk Percepat Transformasi Pendidikan

Dengan pemikiran ini, Stella Christie menunjukkan komitmen untuk mendorong pendidikan yang lebih baik, di mana teknologi berfungsi sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti kemampuan belajar yang esensial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *