OpiniPenelitian

Klaim Habib atas Pangeran Diponegoro

Advertisements

Oleh: M. Yaser Arafat, Dosen UIN Sunan Kalijaga

Dalam “Serat Raja Putra”, Pangeran Diponegoro tercatat sebagai anak Sultan Hamengkubuwono IIII dari garwa ampeyan (selir) bernama Bendara Raden Ayu Mangkorowati. Silakan cek Serat Raja Putra, cetakan ke-V 1988, halaman 21.

Serat Raja Putra

Foto: Serat Raja Putra

Sampai sejauh ini, Pangeran Diponegoro adalah tokoh yang paling banyak diklaim sebagai seorang habib. Ada yang mengklaim ia tokoh bermarga “Assegaf”, “Bin Yahya”, “Bafaqih”, “Ba’abud”, dan kemarin baru muncul lagi “Alaydrus”. Lucu. Mengklaim tapi kok nggak kompak kata sedulur saya, Rino. Kalau kata Pak Roni, enaknya mereka yang mengklaim ini dikumpulkan jadi satu. Lalu disuruh memutuskan Pangeran Diponegoro itu enaknya dikasih marga apa.

Ada pula yang mengklaim bahwa makam asli Pangeran Diponegoro bukan di Makassar, tapi di Jawa. Ketika ditanya itu dasarnya apa? Jawabannya: “belum saatnya dibuka…!”. Tambah lucu lagi. Sudah diklaim tapi kok katanya datanya belum saatnya dibuka. Itu kayak laki-laki sudah menghamili pacarnya, tapi ketika ditantang untuk dinikahi, dia bilang: “belum saatnya..!”.

Ada lagi yang mengklaim begini. Bahwa Pangeran Diponegoro itu ada 12 orang. Pangeran Diponegoro yang asli adalah seorang habib. Pangeran Diponegoro yang ditangkap terus diasingkan ke Makassar itu bukan yang asli. Itu duplikatnya. Biasalah, leluhur jaman dulu sudah cerdas mengatur strategi. Hanya orang tertentu saja yang tahu Pangeran Diponegoro yang asli berada di mana. Sampai saat ini Pangeran Diponegoro masih hidup.

Ada seorang peneliti berkebangsaan Inggris. Namanya Peter Carey. Ia meneliti Pangeran Diponegoro lebih-kurang 40 tahun. Hasil karya ilmiahnya sudah diterbitkan dalam bentuk buku berbahasa Inggris pada tahun 2008. Pada 2012 telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebanyak 3 jilid. Hingga hari ini buku itu telah dicetak ulang. Setiap kali ada pencetakan ulang, Peter Carey selalu memperbaiki buku terjemahan itu. Ada banyak koreksi yang ia terima. Terutama dari para kolega, keturunan Diponegoro, dan juga dari masyarakat luas. Baik koreksi terjemahan, data sahih terbaru, hingga jika ditemukan typo atau keselipan satu-dua huruf. Pada 2024 ini kabarnya buku itu akan dicetak-terbitkan lagi dengan berbagai revisi berdasarkan temuan-temuan data terbaru.

Saya membaca buku-buku Peter Carey. Ada beberapa kritik dari yang saya sampaikan langsung melalui tulisan kepadanya. Ada yang ia bantah lagi. Ada pula yang ia terima. Teman saya, Mas Anta, yang ahli bahasa Inggris juga pernah menyampaikan koreksi atas penerjemahan satu-dua kata di bukunya. Peter Carey menerima koreksi dari teman saya itu.

Lalu tiba-tiba ada orang mengatakan: “jangan percaya sejarah yang dibuat wong londo..!!”, “awas, londo ki urik…, sejarah awake dewe dimanipulasi…!”, “ada pemalsuan dan pembelokan sejarah leluhur nusantara…”, dan banyak ucapan-ucapan lain semisalnya.

Tapi orang-orang yang melontarkan klaim-klaim dan sangkaan itu melempem ketika ditanya begini: “ada contoh sejarah kita yang dimanipulasi oleh wong londo.. bisa disebutkan?”, “ada contoh sejarah yang dibelokkan?”, “ada data baik berupa manuskrip atau setidaknya cerita lisan valid yang menunjukkan diponegoro itu ada 12 orang?”. Tiba-tiba dia atau mereka menjawab: “ra penting..!”. Weladalah…!!

Klaim-klaim tidak hanya menyangkut tokoh Pangeran Diponegoro, tapi juga tokoh-tokoh lain yang selama ini diklaim sebagai habib atau sebagai apalah gitu. Mau berkata atau meyakini seperti itu, silakan. Tapi klaim atau keyakinan itu hanya meruap bersama angin. Karena para pengklaim tidak mempublikasikan karya ilmiah tandingan bagi ”sejarah versi londo” itu. Lha jangankan karya ilmiah tandingan, lhawong karya yang cuma manaqib (ingat, manaqib bukan sejarah), namun telah diumumkan di media sosial seperti yutub atau facebook, justru bertentangan dengan sejarah bangsa-negara. Terus ketika diajak berdialog ilmiah secara terbuka anehnya tidak menyambut.

Apakah mendatangkan tandingan berupa karya ilmiah atau ”hal yang sepadan” itu harus? Mari mendengarkan perintah al-Quran di dalam Surat al-Baqarah ayat 23: ….fa’tu bisuratin min mitslihi wad’u syuhadaakum min dunillah in kuntum shadiqin (buatlah satu surat yang semisal dengannya, ajaklah bolo-bolomu kalau kamu memang termasuk golongan yang benar..). Catat: buatlah satu surat yang semisal dengannya!

Di bawah ini adalah gambar sampul muka buku yang menerangkan informasi, peta, dan nama-nama tokoh yang dimakamkan di Pasareyan Kagungan Dalem Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Di antaranya Pasareyan Imagiri, Pasareyan Girilaya, Pasarean Banyusumurup, dan Pasareyan Tegal Arum di Tegal. Ditulis oleh KPH Mandoyokusumo berdasarkan data sahih yang tersimpan di Kraton Yogyakarta dari masa ke masa. KPH Mandoyokusumo ini pula yang juga menulis “Serat Raja Putra”. Kemarin kami sudah mengunggah foto sampul buku tersebut. Jadi ini buku resmi kraton. Tiba-tiba ada yang mengklaim bahwa salah-satu tokoh yang dimakamkan di sini adalah seorang nganu. Weladalah…!!

Wallahu a’lam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *