Kekhawatiran Akibat Penyimpangan PPDB
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) memperkirakan bahwa jumlah anak yang tidak bersekolah akan meningkat pada tahun ajaran 2024/2025. Menurut Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, peningkatan ini terkait dengan banyaknya kasus pelanggaran dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). “Kami melihat peningkatan jumlah dan sebaran kasus kecurangan PPDB. Hal ini mengarah pada lebih banyak anak yang berpotensi putus sekolah,” kata Ubaid dalam keterangan tertulis pada Rabu (24/7/2024). Ubaid menambahkan bahwa selama pelaksanaan PPDB, banyak calon peserta didik yang tidak dapat memperoleh sekolah karena didiskualifikasi tanpa mendapatkan pendampingan untuk mencari alternatif lain. “Mereka dibiarkan tanpa jaminan akan mendapatkan sekolah, baik di swasta maupun negeri,” ungkapnya.
Nasib Tidak Pasti bagi Pemegang KIP
Ubaid juga menyoroti nasib anak-anak yang memegang Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang tidak berhasil dalam PPDB. Akibat kuota yang terbatas, banyak pemegang KIP yang tidak mendapatkan tempat di sekolah negeri. “Mereka mungkin terpaksa masuk ke sekolah swasta, tetapi kemudian menghadapi risiko gagal membayar biaya sekolah dan berisiko putus sekolah,” jelasnya.
Angka Putus Sekolah dan Dropout
Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi Kementerian Pendidikan, pada tahun ajaran 2023/2024 tercatat ada 1.267.630 siswa yang lulus dari jenjang sekolah namun tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sementara itu, ada 1.153.668 siswa yang melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi namun mengalami drop out di tengah jalan.
Ubaid menegaskan bahwa banyaknya kasus gagal PPDB yang disebabkan oleh pelanggaran menunjukkan adanya kegagalan sistemik dalam melindungi hak setiap anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Dia berharap agar pemerintah lebih serius dalam memastikan pemenuhan hak pendidikan bagi semua anak di Indonesia.
Baca juga : Sekolah Tahun 2024: Data Terbaru dari FSGI
Menyikapi Tantangan PPDB ke Depan
“Kedepan, saya berharap bahwa pemerintah dapat melihat fakta-fakta ini sebagai dasar yang kuat untuk mengembangkan kebijakan dan sistem yang mampu memberikan perlindungan dan keadilan bagi semua anak dalam mendapatkan pendidikan berkualitas,” tegas Ubaid.
Penyimpangan dalam proses PPDB tidak hanya mengancam kualitas pendidikan, tetapi juga meningkatkan risiko putus sekolah bagi banyak anak di Indonesia. Diperlukan langkah konkret dari pemerintah untuk memperbaiki sistem agar tidak ada lagi anak yang kehilangan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang setara dan adil.