Italia Bakal Adopsi AI Sebagai Asisten Guru di Sekolah, Masuk Tahap Uji Coba
Italia mulai menerapkan kecerdasan buatan (AI) sebagai asisten guru di sekolah-sekolah untuk mengeksplorasi metode baru dalam mengatasi kesenjangan keterampilan digital dengan negara-negara Uni Eropa lainnya. Menteri Pendidikan Italia, Giuseppe Valditara, mengumumkan bahwa perangkat lunak berbasis AI akan diuji coba di 15 ruang kelas di empat wilayah mulai tahun ajaran baru. Alat AI yang tersedia di tablet dan komputer ini akan berfungsi sebagai asisten virtual untuk memudahkan proses belajar siswa serta membantu guru dalam menentukan metode pengajaran yang efektif.
Italia memiliki salah satu skor keterampilan digital dasar terendah di antara 27 negara Uni Eropa, hanya lebih baik dari Latvia, Polandia, Bulgaria, dan Rumania, menurut data Eurostat. Meskipun demikian, rincian mengenai program ini masih terbatas, dan nama-nama sekolah yang terlibat dalam uji coba belum diumumkan.
Kepala Penelitian di Fondazione Agnelli, Francesca Bastagli, menganggap uji coba ini menjanjikan. Ia berharap inisiatif ini dapat mengidentifikasi cara-cara yang efektif untuk meluncurkan alat AI di sekolah agar inklusif dan berdampak positif.
Baca juga : Gen-Z Tak Jadikan Google Pilihan Utama untuk Cari Informasi
Negara Lain yang Mengadopsi AI dalam Pendidikan
Italia bukanlah negara pertama yang mengintegrasikan AI dalam pendidikan. Menurut UNESCO, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura telah lebih dahulu mengadopsi teknologi ini dalam kurikulum mereka. China juga memanfaatkan AI untuk mengawasi ujian masuk perguruan tinggi, Gaokao, dengan tujuan menanggulangi kecurangan.
Pihak berwenang China menekankan pentingnya penerapan sistem pemeriksaan cerdas di ruang ujian untuk memperkuat teknologi yang mencegah kecurangan. Meskipun langkah-langkah keamanan sudah diterapkan sejak 2013, masih ada kasus kecurangan yang terdeteksi, seperti yang terjadi pada tahun 2021 ketika seorang kandidat mengunggah soal ujian secara daring.
AI dipasang di 386 lokasi ujian untuk mendeteksi perilaku mencurigakan dan kecurangan, dengan sistem yang langsung memicu alarm jika ada pelanggaran. Namun, keputusan akhir mengenai peringatan tersebut tetap berada di tangan petugas pemeriksa manusia, sehingga teknologi ini tidak sepenuhnya menggantikan peran manusia dalam proses pengawasan.

