Intervensi Pemerintah & Kompleksitas Birokrasi Perguruan Tinggi
Dosen di Indonesia menghadapi masalah besar, terutama sejak diterapkannya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Nomor 1 Tahun 2023. Aturan ini bertujuan untuk memusatkan pengelolaan jabatan fungsional Aparatur Sipil Negara (ASN) mulai Juli 2023, mengakibatkan kekacauan di kalangan dosen.
Beban Bagi Para Dosen Terkait Aturan Baru
Dalam mendukung aturan tersebut, dosen diberikan tenggat waktu singkat hingga 15 April 2023 untuk memperbarui angka kredit kinerja mereka dalam sistem konversi baru. Jika tidak, semua kredit mereka, termasuk hasil penelitian, pengajaran, dan pengabdian (Tri Dharma Perguruan Tinggi) sejak kenaikan pangkat terakhir hingga 31 Desember 2022, akan hangus.
Namun, setelah tekanan dari para dosen, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) mengklarifikasi bahwa aturan ini hanya berlaku bagi dosen aparatur sipil negara (PNS atau PPPK). Dosen tidak perlu mengunggah ulang kinerja jika sudah tercatat di portal portfolio dosen (SISTER) yang dikelola pemerintah sebelumnya. Meski demikian, kekisruhan tetap terjadi.
Adanya Campur Tangan Pemerintah dalam Tata Kelola Perguruan Tinggi
Selain menyoroti beban administratif yang tinggi, kekisruhan ini juga menunjukkan campur tangan pemerintah dalam tata kelola pendidikan tinggi. Ini adalah gejala dari dominasi pemerintah dan birokrasi yang telah lama berlangsung di Indonesia sejak zaman penjajahan.
Sejarah panjang intervensi pemerintah dalam pendidikan tinggi dimulai sejak masa kolonial Belanda. Mereka mendirikan sistem pendidikan tinggi untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja bagi bisnis-bisnis di koloni. Bahkan pada masa revolusi, pemerintah Belanda menggunakan universitas sebagai alat propaganda.
Baca juga : PTNBH, UKT dan Impian Kampus Independen
Setelah kemerdekaan, tidak ada landasan hukum yang jelas untuk pendidikan tinggi, sehingga pemerintah memiliki keleluasaan dalam intervensi. Pola ini berlanjut hingga era Orde Baru, di mana politisasi dan pembatasan kebebasan akademik masih terjadi.
Meskipun reformasi pendidikan tinggi diumumkan pada akhir 1990-an, pemerintah masih terlibat secara signifikan dalam pengelolaan pendidikan tinggi. Ini mencakup penetapan kebijakan nasional, penjaminan mutu, dan pengaturan jabatan fungsional untuk dosen.
Perbaikan bagi Reformasi Tata Kelola Pendidikan Tinggi
Untuk memperbaiki kondisi ini, pemerintah harus memberikan kesungguhan politik dalam reformasi tata kelola pendidikan tinggi. Mereka dapat mulai dengan mengurangi keterlibatan dalam pengelolaan institusi pendidikan tinggi dan meninggalkan penilaian kinerja kepada komunitas akademik.
Di sisi lain, institusi pendidikan tinggi harus meningkatkan kapasitas mereka dalam pengelolaan institusi. Ini mencakup pembaruan data pegawai dan dosen serta peningkatan disiplin dalam mengelola portofolio kinerja. Pengurangan dominasi pemerintah dan peningkatan kapasitas institusi pendidikan tinggi serta dosen adalah kunci perbaikan dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia.
Pingback: Hubungan Antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional - DUNIA PENDIDIK
Pingback: Kimia : Golongan Boron - DUNIA PENDIDIK
Pingback: Lonjakan Biaya UKT Tidak Proporsional dengan Kondisi Ekonomi - DUNIA PENDIDIK
Menurut saya artikel tersebut memberikan gambaran mendalam mengenai tantangan yang dihadapi dosen di Indonesia, terutama dalam konteks penerapan Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 1 Tahun 2023. Aturan ini telah memicu kebingungan dan ketidakpuasan di kalangan dosen, terutama terkait dengan tenggat waktu yang ketat untuk memperbarui angka kredit kinerja mereka. Artikel tersebut juga mengkritik campur tangan pemerintah yang berlebihan dalam pengelolaan pendidikan tinggi, mencerminkan warisan panjang intervensi negara sejak masa kolonial.
Penekanan pada sejarah intervensi pemerintah menunjukkan bahwa isu ini bukan hal baru, melainkan bagian dari masalah struktural yang memerlukan reformasi mendalam. Usulan agar pemerintah mengurangi keterlibatannya dan membiarkan komunitas akademik menilai kinerja merupakan langkah penting untuk mendorong otonomi perguruan tinggi dan meningkatkan efektivitas tata kelola pendidikan. Ini adalah panggilan untuk reformasi yang lebih besar yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas institusi dan dosen, serta memperbaiki kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.