Hadramaut: Negeri Leluhurnya Walisongo
Hadramaut, sebuah nama yang mungkin terdengar asing bagi sebagian umat Islam, terutama bagi mereka yang pendidikan agamanya lebih bersentuhan dengan kajian Islam modern. Namun, di balik ketidakpopulerannya, Hadramaut memiliki peran penting dalam sejarah Islam, terutama sebagai tempat leluhur para Walisongo, yang dikenal sebagai penyebar agama Islam di Indonesia.
Hadramaut, meskipun tidak sepopuler Madinah, Mesir, atau Turki, memiliki tempat khusus di hati kalangan santri pesantren salaf dan jamaah majelis ilmu yang diampu oleh para habaib alumni rubath di Hadramaut. Salah satu majelis yang cukup terkenal adalah Majelis Rasulullah di Jakarta, yang dipimpin oleh para alumni Hadramaut.
Keistimewaan Hadramaut
Keistimewaan Hadramaut tidak terlepas dari doa-doa yang dilantunkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW dan Sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq untuk negeri ini. Doa-doa tersebut menyiratkan harapan akan keberkahan bagi wilayah tersebut, seperti doa Nabi SAW untuk keberkahan di Yaman dan Abu Bakar Ash Shiddiq untuk keberkahan di Tarim, sebuah kota di Hadramaut.
Salah satu tokoh penting dari Hadramaut adalah Imam Ahmad Al Muhajir, seorang keturunan Nabi Muhammad SAW, yang memutuskan untuk berhijrah ke Hadramaut dari Basrah, Irak. Dakwah beliau di Hadramaut menjadikan kota ini sebagai pusat peradaban Islam yang masih eksis hingga saat ini.
Keturunan Imam Ahmad Al Muhajir kemudian berhijrah ke India, salah satunya adalah Sayyid Abdul Malik Azmatkhan. Keluarga besar Abdul Malik Azmatkan kemudian berdakwah ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Di Indonesia, kita mengenal Walisongo, yang merupakan keturunan Abdul Malik Azmatkan. Mereka adalah tokoh-tokoh yang dikenal sebagai penyebar agama Islam di Nusantara.
Kedatangan Walisongo
Walisongo datang ke Indonesia sejak abad ke-15 M, ketika kekuasaan Majapahit mulai melemah. Mereka berasal dari berbagai tempat, seperti Champa, Samarkand, dan China, tetapi asal-usul mereka sama, yaitu dari Gujarat, India, dan merupakan keluarga Abdul Malik Azmatkan. Mereka menyebarkan ajaran Islam dengan penuh kesantunan, sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat itu. Beberapa di antara mereka mengadaptasi budaya setempat, seperti wayang kulit, sebagai sarana dakwah.
Walisongo yang pertama datang ke Indonesia antara lain Sayyid Jamaludin Agung, Sayyid Qomaruddin, Sayyid Tsanauddin, Sayyid Majduddin, Sayyid Muhyiddin, Sayyid Zaenul Alam, Sayyid Nurul Alam, Sayyid Alwi, dan Sayyid Fadhl Sunan Lembayung. Mereka terus berdatangan ke Indonesia dan tergabung dalam Majelis Dakwah Wali Songo.
Pada abad ke-19 M, banyak ulama datang langsung ke Indonesia, meskipun saat itu Indonesia masih berada di bawah penjajahan Belanda. Mereka meneruskan misi dakwah dengan penuh kesantunan, melanjutkan jejak para pendahulu mereka, para Walisongo.