Sekolah

7 Masalah Pendidikan SD-SMA yang Ditemukan Ombudsman

Advertisements

Ombudsman Republik Indonesia mengungkapkan temuan mengenai beberapa masalah dalam sistem pendidikan dasar dan menengah, terutama terkait dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Masalah ini teridentifikasi melalui analisis, evaluasi, dan pengawasan rutin yang dilakukan oleh Ombudsman, dengan fokus pada permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan PPDB.

Masalah-masalah yang Ditemukan dalam Pendidikan Dasar dan Menengah:

  1. Ketimpangan Kualitas dan Persebaran Satuan Pendidikan
    Ada ketimpangan dalam kualitas pendidikan dan distribusi sekolah antara kota besar dan daerah-daerah, terutama di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar). Hal ini menyebabkan tidak meratanya akses terhadap pendidikan berkualitas di seluruh wilayah Indonesia.
  2. Belum Seragamnya Penerapan Standar Pelayanan Pendidikan
    Pelayanan pendidikan yang diberikan di berbagai daerah belum seragam, yang menyebabkan perbedaan kualitas pendidikan antar daerah.
  3. Belum Optimalnya Pemetaan Sebaran Satuan Pendidikan, Daya Tampung, dan Calon Peserta Didik
    Pemetaan jumlah sekolah, kapasitas daya tampung, dan jumlah calon siswa yang membutuhkan pendidikan belum dilakukan dengan baik, mengakibatkan ketidaksesuaian antara jumlah sekolah dengan kebutuhan siswa.
  4. Minimnya Koordinasi Lintas Instansi
    Kurangnya koordinasi antar lembaga terkait yang terlibat dalam pendidikan, baik pemerintah pusat, daerah, maupun lembaga pendidikan itu sendiri, menghambat pengelolaan pendidikan yang lebih efektif.
  5. Pengawasan yang Belum Optimal dari Kepala Daerah (Termasuk Kemendagri)
    Pengawasan terhadap pelaksanaan PPDB dan kebijakan pendidikan lainnya oleh kepala daerah serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) masih belum maksimal, yang berdampak pada penegakan kebijakan yang kurang konsisten di berbagai wilayah.
  6. Belum Mutakhirnya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS)
    Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang digunakan dalam proses seleksi PPDB belum selalu terbarui, menyebabkan data calon peserta didik yang tidak akurat dan berpotensi menghambat akses pendidikan bagi yang membutuhkan.
  7. Terjadinya Intervensi atau Intimidasi dalam Pelaksanaan PPDB
    Ada dugaan adanya intervensi atau intimidasi dalam pelaksanaan PPDB yang mempengaruhi proses penerimaan siswa secara adil dan merata.

Sistem Zonasi: Relevansi dan Tantangan

Indraza Marzuki Rais, anggota Ombudsman RI, menyatakan bahwa meskipun ada kritik terhadap sistem zonasi, Ombudsman tetap menganggap sistem ini relevan untuk mengatasi ketimpangan dalam persebaran dan kualitas pendidikan. Sistem zonasi yang diterapkan sejak 2017 bertujuan untuk mendorong pemerataan akses pendidikan di seluruh wilayah, tidak hanya di kota-kota besar, tetapi juga di daerah-daerah dengan tantangan besar dalam mengakses pendidikan.

Dampak Penghapusan Sistem Zonasi

Terkait dengan usulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang meminta agar sistem zonasi dihapus, Indraza menyoroti dampak negatif yang mungkin timbul. Menurutnya, jika sistem zonasi dihapuskan, fenomena sekolah favorit akan kembali muncul, yang justru akan memperburuk ketimpangan dalam kualitas pendidikan di berbagai daerah. Sistem zonasi dianggap sebagai cara untuk mencegah kecenderungan sekolah favorit yang hanya dapat diakses oleh segelintir orang yang beruntung.

Pentingnya Pengawasan dan Transparansi

Indraza juga menekankan pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap pelaksanaan PPDB, yang harus melibatkan kepala daerah dan inspektorat daerah. Proses pengawasan yang lebih baik akan mencegah pelanggaran serta mengurangi praktik favoritisme di sekolah. Ia juga menyerukan pentingnya sosialisasi yang transparan dan akuntabel terkait kebijakan pendidikan dan pelaksanaan PPDB.

Baca juga : Sejarah QR Code yang Terinspirasi dari Permainan Go Board

Rencana Tindak Lanjut Ombudsman

Sebagai tindak lanjut, Ombudsman berencana untuk melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait dan segera menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah. Indraza berharap bahwa dalam segala perubahan yang diperlukan, kajian mendalam harus dilakukan dan melibatkan pendapat dari berbagai pihak untuk memastikan kebijakan pendidikan yang inklusif dan merata di seluruh Indonesia.

“Sebagai pelayanan dasar, pendidikan seharusnya dapat diakses secara merata oleh seluruh rakyat Indonesia,” tutup Indraza.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *