Tritura: Sejarah, Tujuan, dan Dampak bagi Masyarakat Indonesia
Tritura, yang merupakan singkatan dari Tri Tuntutan Rakyat, adalah gerakan besar yang terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 di Indonesia. Gerakan ini diprakarsai oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), serta sejumlah organisasi mahasiswa lainnya. Tritura tidak hanya menjadi respons terhadap peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S), tetapi juga mencerminkan gejolak politik dan ekonomi yang melanda Indonesia pada dekade 1960-an, yang pada akhirnya mengakhiri Orde Lama dan memulai era Orde Baru.
Latar Belakang Aksi Tritura
Latar belakang munculnya aksi Tritura sangat terkait dengan situasi politik dan ekonomi yang kompleks di Indonesia pada masa itu. Presiden Soekarno, dengan kebijakan politiknya yang cenderung anti-Barat, memicu ketegangan dengan negara-negara adidaya. Hal ini berdampak pada krisis inflasi dan ketidakstabilan ekonomi di dalam negeri. Selain itu, G30S yang terjadi pada tahun sebelumnya telah mengguncang fondasi politik Indonesia dengan tuduhan keterlibatan PKI, yang dianggap sebagai dalang dari peristiwa tersebut.
Dalam konteks ini, mahasiswa merespons kondisi ini dengan membentuk KAMI dan KAPPI untuk menyuarakan ketidakpuasan terhadap lambannya pemerintah mengambil tindakan terhadap PKI dan kondisi ekonomi yang memburuk.
Tujuan Aksi Tritura
Aksi Tritura bertujuan untuk menyuarakan tiga tuntutan utama kepada pemerintah, yaitu pembubaran PKI dan organisasi turunannya, perombakan Kabinet Dwikora, serta penurunan harga pangan. Tuntutan ini mencerminkan keinginan untuk membersihkan negara dari pengaruh komunis, melakukan reformasi dalam pemerintahan, serta mengurangi beban ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat.
Mahasiswa berharap bahwa tekanan yang diciptakan melalui Tritura akan memaksa pemerintah untuk merespons dan memulai langkah-langkah perubahan yang diinginkan oleh rakyat.
Dampak Aksi Tritura
Dampak dari aksi ini sangatlah signifikan dalam sejarah politik dan ekonomi Indonesia. Pertama, aksi ini memperburuk krisis politik dan ekonomi yang sudah ada, dengan menambah tekanan terhadap pemerintahan Soekarno. Hal ini akhirnya memunculkan Supersemar pada 11 Maret 1966, yang memberikan wewenang besar kepada Jenderal Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan.
Kedua, Supersemar menjadi pemicu lahirnya Orde Baru, yang menggantikan Orde Lama dan mengubah secara mendasar struktur kekuasaan dan politik di Indonesia. Dengan demikian, Tritura tidak hanya mengakhiri Orde Lama tetapi juga membawa Indonesia ke dalam sebuah era baru yang dipimpin oleh pemerintahan militer.
Isi dari Tritura
Isi dari Tritura terdiri dari tiga tuntutan utama yang diangkat oleh mahasiswa dan masyarakat saat itu. Pertama, tuntutan untuk membubarkan PKI dan semua organisasi terkaitnya, sebagai respons terhadap keterlibatan mereka dalam G30S. Kedua, pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur yang terlibat dalam peristiwa tersebut, untuk membersihkan pemerintahan dari pengaruh komunis. Ketiga, penurunan harga pangan guna memperbaiki kondisi ekonomi rakyat yang memburuk akibat inflasi dan ketidakstabilan ekonomi.
Dengan demikian, Tritura tidak hanya menjadi simbol perlawanan terhadap kebijakan yang dianggap merugikan rakyat, tetapi juga merupakan tonggak sejarah yang mengubah arah politik dan ekonomi Indonesia menuju masa depan yang baru dan lebih stabil.