DosenKampus

Pengangkatan Guru Besar oleh Perguruan Tinggi

Advertisements

Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 44 Tahun 2024. Peraturan ini berfokus pada pengaturan profesi, karier, dan penghasilan dosen, dengan tujuan agar perguruan tinggi dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman. Peraturan ini menekankan pentingnya pengelolaan yang baik dalam menciptakan lingkungan akademik yang berkualitas.

Penting untuk dicatat bahwa perguruan tinggi diberi waktu satu tahun untuk mempelajari dan menyiapkan implementasi dari peraturan ini, yang direncanakan akan mulai berlaku pada Agustus 2025. Dalam periode transisi ini, perguruan tinggi diharapkan dapat mempersiapkan berbagai aspek yang diperlukan agar proses adaptasi berjalan lancar.

Menurut Lukman, Direktur Sumber Daya di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, pengaturan jabatan akademik dosen—mulai dari asisten ahli, lektor, lektor kepala, hingga guru besar—akan menjadi otonomi masing-masing perguruan tinggi. Hal ini berarti bahwa setiap perguruan tinggi dapat menentukan kebijakan sesuai dengan visi dan misi mereka masing-masing.

Lukman menjelaskan, sebelumnya, seorang dosen bisa langsung diajukan sebagai guru besar setelah memenuhi sejumlah persyaratan tertentu. Kini, keputusan mengenai pengangkatan guru besar akan bergantung pada kebijakan masing-masing perguruan tinggi. Diperlukan adanya formasi yang sesuai untuk jabatan guru besar, yang merupakan jabatan akademik tertinggi di perguruan tinggi.

Kebijakan Fleksibel

Lebih lanjut, kebijakan ini menekankan bahwa tidak semua dosen akan diangkat menjadi profesor, dan tidak semua perguruan tinggi memiliki kapasitas untuk mengangkat profesor. Apabila terdapat pelanggaran dalam pengangkatan, menteri memiliki wewenang untuk merekomendasikan pembatalan atau pencabutan gelar profesor.

Salah satu perubahan signifikan dalam peraturan ini adalah penetapan kuota pengangkatan guru besar di setiap perguruan tinggi. Ini berkaitan langsung dengan kewajiban pemerintah dalam memberikan tunjangan kehormatan kepada guru besar. Jika suatu perguruan tinggi merasa memerlukan lebih banyak guru besar, mereka dapat mengajukan tambahan, namun tunjangan kehormatan tetap akan dibayarkan oleh perguruan tinggi tersebut.

Syarat Pengajuan Guru Besar

Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh dosen yang ingin mengajukan diri sebagai guru besar, antara lain:

  1. Memiliki ijazah doktor (S-3) atau yang setara.
  2. Berpengalaman sebagai dosen selama minimal tiga tahun setelah memperoleh ijazah doktor.
  3. Menghasilkan karya ilmiah yang dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi.
  4. Memiliki pengalaman kerja sebagai dosen minimal selama sepuluh tahun.

Dosen akademik yang berkeinginan menjadi profesor dituntut untuk mampu memproduksi publikasi ilmiah yang signifikan, sementara dosen vokasi lebih fokus pada implementasi, seperti pengembangan paten. Dosen di bidang seni diharapkan menghasilkan karya seni yang diakui secara global.

Lukman menegaskan bahwa jabatan profesor kini tidak lagi melekat pada individu, tetapi pada jabatan di perguruan tinggi. Hal ini berarti bahwa untuk menjadi profesor, dosen harus memiliki posisi yang jelas di kampus, baik di fakultas maupun program studi yang bersangkutan.

Di Indonesia saat ini terdapat sekitar 330.000 dosen, dengan sekitar 11.000 di antaranya memegang jabatan akademik profesor. Dosen yang pensiun tetap dapat diberdayakan dengan status profesor emeritus.

Standarisasi dan Mutu Pendidikan

Ketua Asosiasi Professor Indonesia, Ari Purbayanto, mengemukakan bahwa adanya perbedaan standar pengangkatan guru besar di setiap perguruan tinggi dapat berdampak pada mobilitas akademik. Perguruan tinggi dengan reputasi baik, terutama yang terakreditasi unggul atau kelas dunia, tentu memiliki kriteria pengangkatan guru besar yang lebih ketat. Hal ini bisa menyulitkan guru besar dari perguruan tinggi yang lebih rendah untuk diterima di perguruan tinggi unggul.

Ari menilai kebijakan baru ini positif untuk mendorong semua perguruan tinggi meningkatkan kualitas mereka. Ia mengungkapkan bahwa negara seperti Malaysia telah berhasil menerapkan kebijakan serupa dengan baik, dan pemerintah sebagai regulator perlu aktif dalam melakukan pembinaan serta pengawasan.

Baca juga : 10 Tips Efektif Menggunakan Google Scholar untuk Penelitian

Idhamsyah Eka Putra dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menambahkan bahwa kebutuhan akan profesor di setiap perguruan tinggi dapat lebih terbuka. Ia menggarisbawahi bahwa pengangkatan dosen di Indonesia belum sepenuhnya berbasis meritokrasi, mengingat sistem pengangkatan masih mengacu pada angka kredit. Ia menyarankan agar perguruan tinggi dapat membuka lowongan dengan syarat yang jelas, termasuk kemampuan berbahasa Indonesia bagi dosen asing.

Dengan berbagai perubahan ini, diharapkan perguruan tinggi di Indonesia dapat bertransformasi menjadi institusi yang lebih berkualitas dan mampu bersaing di tingkat global.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *