Murtad dan Penodaan Agama dalam Islam
Oleh: Prof. Dr. jajang A. Rohmana, Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Buku ini merupakan terjemahan dari buku berbahasa Inggris terbitan Bloomsbury berjudul Freedom of Expression in Islam yang terbit tahun 2021 lalu. Editornya Muhammad Khalid Masud dkk. Penerbitnya Mizan kerja sama dengan CRCS UGM Yogya, dua lembaga keren. Salah satu penerjemahnya juga keren Mas Johannes Silentio. Pantesan bahasanya enak.
Fokus utama buku ini menjelaskan ekspresi kebebasan dalam Islam dilihat dari sisi konstruksi historis doktrin Islam, praktiknya saat ini dan tawaran arah kebebasan dalam Islam.
Mengapa Isu Murtad dan Penodaan dalam Islam Penting?
Pertama, karena isu ini sering dijadikan alat untuk membungkam pemikiran dan digunakan untuk memojokkan kelompok minoritas, baik internal maupun eksternal umat Islam. Tahu sendiri kan bagaimana kasus yang menimpa Asia Bibi di Pakistan, Nasr Hamid Abu Zayd di Mesir, Ahok di Indonesia dan banyak kasus menimpa para artis yang login ke agama lain. Mereka mendapat cap tidak mengenakan.
Kedua, isu murtad dan penodaan juga mendatangkan penyerangan dan persekusi pada individu dan kelompok tertentu di luar batas hukum negara. Tidak main-main, orangnya bisa mendapat ancaman pembunuhan kapan saja. Ini menimpa misalnya, pada para pengikut Ahmadiyah dan Syiah di Indonesia. Tiga pengikut Ahmadiyah Cikeusik bahkan dibunuh secara brutal. Para pengikut Ahmadiyah di beberapa daerah terkatung-katung di pengungsian. Kegiatan dan masjidnya juga sempat dilarang. Hal yang sama menimpa para pengikut Syiah di Sampang. Kedua kelompok ini hingga sekarang hidupnya kurang nyaman, padahal mereka juga warganegara.
Ketiga, kasus murtad dan penodaan agama juga memiliki jangkauan transnasional dan menjadi isu panas dalam politik internasional. Kasus semacam ini didapatkan di banyak negara, tidak hanya di Indonesia. Para penulis juga menunjukkan dengan gamblang berbagai kasus serupa di Pakistan, Mesir dan Iran.
Isi Buku
Buku ini memang merupakan kumpulan tulisan para sarjana tentang isu kemurtadan dan penodaan agama. Tulisan yang disajikan cenderung kritis terhadap kedua isu tersebut. Semua penulis misalnya, sepakat bahwa konsep murtad dibentuk oleh sejarah dan ulama mazhab. Ia muncul pasca meninggalnya Nabi pada masa Abu Bakar, karenanya sangat politis. Sementara Al-Qur’an justru tidak bicara sanksi apapun di dunia.
Begitu pula dalam isu penodaan agama. Tulisan Abdullah Saeed menunjukkan bagaimana isu ini berjalan seiring dinamika sejarah kaum Muslim yang semula lemah menjadi kuat. Awalnya, tak ada sanksi apapun pada para penghina Nabi saat di Mekah, tapi seiring kekuatan politik yang semakin kuat di Madinah, Nabi kemudian melawan. Belakangan fatwa ulama, seperti Qadi Iyad dan Ibn Taimiyah, melalui pemuliaan ekstrim atas Nabi memunculkan hukuman mati bagi pelaku penghina Nabi. Padahal tak ada teks dalam Al-Qur’an dan hadis yang eksplisit menetapkan hukuman mati bagi pelaku penistaan.
Isu murtad dan penodaan agama di Indonesia juga mendapat sorotan. UU No. 1/PNPS/1965 yang sudah berulang kali memakan korban dianggap menjadi biang keroknya. UU ini seringkali dijadikan dalih untuk membungkam kebebasan berekspresi di Indonesia. UU ini menyerahkan koersif negara pada sekelompok agama dan pejabat untuk menentukan keyakinan mana yang patut diyakini. Di sini agama bercampur aduk dengan soal keamanan nasional, bukan tetap menjadi wilayah kebebasan individu.
Isu lain dalam buku ini terkait Indonesia adalah fatwa MUI. Syafiq Hasyim misalnya, menyoroti fatwa MUI tentang aliran sesat. Fatwanya sangat efektif dalam mengucilkan kelompok minoritas yang dianggap menyimpang, bahkan beberapa kasus penyerangan juga seringkali menyandarkan pada fatwa MUI ini. Fatwa MUI cenderung memicu konflik horisontal di masyarakat dan mengganggu stabilitas. Ormas NU dan Muhammadiyah memilih menyerahkan urusan akidah dan kepercayaan pada MUI. Kok bisa. Ingin bertoleransi tapi cenderung diam. Ini dalam bahasa Menchik, tolerance without liberalism.
Penilaian Buku
Komentar saya, buku ini sangat penting bagi penguatan kebebasan beragama di Indonesia. Di tengah konservatisme yang terus menjalar di berbagai media, buku ini menawarkan perspektif keberagamaan yang toleran dan terbuka. Tidak basa-basi.
Boleh jadi, bagi kebanyakan orang, buku ini masih cenderung elitis, karena akan berbeda dengan pandangan pemerintah, ormas agama dan para pengikutnya. Login agama dipastikan selalu dapat hujatan dan stigma buruk di Indonesia. Apalagi ejekan, hinaan dan penistaan agama akan selalu berhadapan dengan laporan dan protes massal bahkan ancaman pembunuhan.
Maka, sudahlah, mari berhati-hati dalam berkata-kata, menulis, merekam sesuatu dan membahas masalah sensitif agama yang kontroversial dan memicu kemarahan publik atau apa lebih baik hindari saja ya agar selamat dunia akhirat