Memahami Konsep Ikhlas dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an, sebagai sumber utama ajaran dalam Islam, menekankan pentingnya sikap ikhlas dalam beribadah. Banyak dalil Al-Quran maupun hadits yang menjelaskan tentang konsep ikhlas. Tanpa keikhlasan, segala bentuk ibadah yang dilakukan tidak akan diterima oleh Allah SWT. Firman Allah dalam Surat al-Bayyinah (98): 5,
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.”
Ayat tersebut dengan tegas menyatakan bahwa Allah hanya memerintahkan umat-Nya untuk beribadah dengan sungguh-sungguh dan tulus kepada-Nya.
Konsep ikhlas memiliki makna yang dalam, tidak hanya dalam bahasa Indonesia tetapi juga dalam bahasa Arab. Secara etimologis, ikhlas bermakna membersihkan diri dari segala campuran atau pencemaran, baik itu secara materi maupun immateri. Sedangkan secara terminologi, ikhlas merujuk pada kejujuran hati seseorang dalam keyakinan dan perbuatan yang hanya ditujukan kepada Allah.
Dalam praktiknya, ikhlas mengarahkan seseorang untuk melakukan segala sesuatu, termasuk ibadah, dengan penuh ketulusan semata-mata demi mendapatkan keridhaan Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Sikap ikhlas ini juga erat kaitannya dengan niat seseorang, karena keikhlasan dalam berbuat ditentukan oleh niat yang tulus.
Pentingnya memahami konsep ikhlas terletak pada upaya untuk menghindari perbuatan yang dilakukan dengan niat selain mencari keridhaan Allah SWT. Hal ini penting bagi umat Islam agar amal ibadah yang dilakukan diterima oleh Allah SWT. Banyak umat Islam yang pada kenyataannya tidak meraih kebaikan dari amal ibadahnya karena kurangnya keikhlasan dalam hati mereka.
Pengertian Ikhlas Menurut Para Ahli
Para ahli Islam telah memberikan pengertian yang mendalam tentang konsep ikhlas. Al-Kafawi mengartikan ikhlas sebagai meniatkan ibadah hanya kepada Allah semata. Ibrahim bin Adham menggambarkan ikhlas sebagai kejujuran dalam niat seseorang bersama Allah. Abu Utsman Al-Maghribi menjelaskan bahwa ikhlas dilakukan dengan mengalihkan perhatian dari makhluk lain dan hanya memusatkan perhatian kepada Allah. Abu Thalib menjelaskan bahwa ikhlas melibatkan pemurnian agama dari hawa nafsu, pemurnian amal dari berbagai penyakit, pemurnian ucapan dari kata-kata yang tidak bermanfaat, dan pemurnian budi pekerti dengan mengikuti kehendak Tuhan.
Al-Ghazali menyatakan bahwa amal yang ikhlas adalah amal yang dilakukan semata-mata karena Allah, tanpa mengharapkan imbalan surga. Muhammad `Abduh menjelaskan bahwa ikhlas berarti beragama hanya untuk Allah, tanpa mengakui kesamaan-Nya dengan makhluk lain atau tujuan lain seperti menghindari malapetaka atau mendapatkan keuntungan.
Dalil tentang Ikhlas
Al-Qur’an sendiri memberikan banyak dalil tentang pentingnya ikhlas dalam beribadah.
QS. Az-Zumar : 2
اِنَّآ اَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللّٰهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّيْنَۗ
Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Nabi Muhammad) dengan hak. Maka, sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya.”
Surat Az-Zumar ayat 2 menegaskan bahwa Allah menyuruh hamba-Nya untuk beribadah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya.
QS. Surat Al-A’raf : 29
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ
Artinya: Katakanlah, “Tuhanku menyuruhku untuk berlaku adil. Dan hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) pada setiap shalat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula.”
Surat Al-A’raf ayat 29 menekankan pentingnya mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah semata.
Baca juga : Sujud Tilawah, Penghormatan pada Al-Quran
Hadits Tentang Ikhlas
Hadits-hadits juga memberikan pemahaman yang dalam tentang ikhlas.
إِنَّ اللهَ تعالى لَا ينظرُ إلى صُوَرِكُمْ وَأمْوالِكُمْ ، ولكنْ ينظرُ إلى قلوبِكم وأعمالِكم
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan hartamu, tetapi Dia hanya melihat hati dan amalmu”. (HR Muslim)
Dalam hadits riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW menyatakan bahwa Allah melihat hati dan amal seseorang, bukan penampilan fisik atau kekayaannya.
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رضي الله عنه قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ – وَفِي رِوَايَةٍ : بِالنِّيَّةِ – وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، فَهِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إلَى مَا هَاجَرَ إلَيْهِ .
Artinya: “Dari Umar Bin Khaththab RA ia berkata; Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Amal itu tergantung dengan niatnya, dan bagi setiap orang balasannya sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barang siapa berhijrah dengan niat kepada Allah dan RasulNya, maka ia mendapatkan balasan hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa berhijrah dengan niat kepada keuntungan dunia yang akan diperolehnya, atau wanita yang akan dinikahinya, maka (ia mendapatkan balasan) hijrahnya kepada apa yang ia niatkan tersebut.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadits lain menyatakan bahwa amal seseorang tergantung pada niatnya, dan Allah akan memberikan balasan sesuai dengan niatnya.
Keutamaan Ikhlas
Keutamaan ikhlas mencakup beberapa hal. Pertama, ikhlas merupakan perintah langsung dari Allah. Kedua, ikhlas adalah syarat utama diterimanya ibadah. Ketiga, ikhlas mencerminkan keadaan hati seseorang. Keempat, ikhlas adalah sifat dasar para Nabi dan Rasul. Kelima, ikhlas adalah pokok dari amal perbuatan seseorang.
Dengan memahami konsep ikhlas ini, diharapkan umat Islam dapat melaksanakan ibadah dengan lebih tulus dan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. Semoga dengan mengamalkan ikhlas, setiap amal ibadah yang dilakukan dapat diterima dan mendapatkan pahala yang besar di sisi-Nya.
Pingback: Dalil Taubat dalam Al-Qur'an - DUNIA PENDIDIK
Pingback: Makna dan Penggunaan yang Tepat dari Masyaallah Tabarakallah - DUNIA PENDIDIK