Guru Honorer Desak Penangkapan Aktor Intelektual Kasus PPPK Langkat
Ratusan guru honorer di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, menggelar aksi protes di depan Polda Sumut pada Rabu, 4 September 2024. Mereka mendesak pihak kepolisian untuk mengungkap aktor intelektual di balik kasus kecurangan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Langkat.
Polisi telah Menetapkan Dua Tersangka
Saat ini, kepolisian telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus tersebut, yaitu dua kepala sekolah di Langkat, Awaluddin dan Rohayu Ningsih. Namun, para guru honorer berpendapat bahwa kedua tersangka tersebut bukanlah pelaku utama dari kecurangan yang terjadi.
Selama aksi, puluhan guru honorer mengenakan pakaian serba hitam dan putih, serta membawa poster dan spanduk yang mencantumkan tuntutan mereka. Beberapa poster bertuliskan “Innalillahi wa innailaihi rojiun, Langkat berduka, matinya keadilan bagi peserta PPPK 2023 Kabupaten Langkat” dan “Polda Sumut pelindung pejabat Langkat”.
Aksi tersebut juga menampilkan teatrikal pengajaran oleh seorang guru honorer yang menjelaskan struktur kepanitiaan seleksi PPPK di Langkat. “Dua kepala sekolah yang dijadikan tersangka tidak terlibat dalam panitia seleksi PPPK. Mereka hanya kepala sekolah di bawah dinas pendidikan,” jelas Irwan, koordinator aksi dan salah satu guru yang terlibat dalam teatrikal tersebut.
Irwan menambahkan bahwa Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Dinas Pendidikan Sumut adalah pihak yang memiliki kewenangan dalam meluluskan peserta seleksi dan memberikan nilai SKTT (Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan). “Harusnya, BKD dan Kepala Dinas Pendidikan yang memainkan peran utama dalam proses ini, bukan hanya dua kepala sekolah tersebut,” ujarnya.
Lambannya Penanganan Kasus
Irwan mengkritik lambannya penanganan kasus oleh Polda Sumut dibandingkan dengan kasus serupa di daerah lain seperti Madina dan Batu Bara. “Penanganan kasus PPPK di Langkat terlihat lambat dibandingkan dengan di daerah lain. Di Batu Bara, bahkan mantan bupati terlibat sebagai tersangka, sementara di Langkat hanya dua kepala sekolah yang bukan panitia seleksi,” ungkapnya.
Sofyan Muis Gajah, perwakilan dari LBH Medan, mengungkapkan bahwa aksi ini merupakan aksi keenam yang dilakukan oleh para guru honorer. Ia menilai bahwa para guru merasa frustrasi dengan kinerja penyidik Polda Sumut yang dinilai lambat. “Kasus ini sudah berjalan hampir sembilan bulan, namun hanya dua orang tersangka yang dihadapkan ke proses hukum. Ini tidak efektif karena dua orang guru tidak mungkin bisa memanipulasi seleksi PPPK untuk ribuan peserta,” katanya.
Baca juga : Memahami PPPK 2024 Paruh Waktu
Kanit 3 Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut, AKP Rismanto J Purba, menjelaskan bahwa penyidikan masih berlanjut dan pihaknya terus mengumpulkan alat bukti. “Proses pidana tidak mudah. Kami masih mencari dan mengumpulkan bukti. Jika ada pihak lain yang terlibat sesuai bukti yang ada, mereka akan diminta pertanggungjawaban,” ujarnya setelah menemui massa aksi.
Rismanto juga mengungkapkan bahwa berkas untuk dua tersangka sudah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan dan akan segera diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Sumut untuk diadili. “Kami baru saja menerima pemberitahuan bahwa berkas untuk dua tersangka sudah lengkap. Dalam waktu dekat, berkas tersebut akan kami limpahkan untuk proses lebih lanjut,” tambahnya.
Rismanto juga menjelaskan alasan mengapa hanya dua kepala sekolah yang ditetapkan sebagai tersangka. “Meskipun ada kelompok lain yang terlibat dalam mengumpulkan dan membantu dengan imbalan tertentu, bukti yang kami miliki hanya mengarah pada kedua tersangka ini. Mereka menerima imbalan dari guru-guru yang memengaruhi proses seleksi,” pungkasnya.

