Dibalik Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro
Film “Mencuri Raden Saleh” yang dirilis pada 25 Agustus 2022 mengundang perhatian banyak masyarakat. Kisahnya tentang sekelompok pemuda yang berusaha mencuri lukisan “Penangkapan Pangeran Diponegoro” karya Raden Saleh. Namun, dibalik lukisan ini terdapat proses kreatif yang menarik.
Lukisan “Penangkapan Pangeran Diponegoro”
Raden Saleh, atau Syarif Bustaman, menggugat lukisan Nicolaas Pieneman tentang peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro melalui sebuah karya baru yang diberi nama “Penangkapan Pangeran Diponegoro.” Lukisan Pieneman, “Penaklukan Diponegoro,” sarat akan simbolisme kolonial, dengan Diponegoro digambarkan lebih rendah dari Jenderal Hendrik Merkus de Kock, diiringi oleh angin “Eropa” dan bendera Belanda yang berkibar.
Raden Saleh mengkritisi penggambaran ini dengan melukiskan Diponegoro dengan tinggi yang sama, bentang alam yang menggambarkan Jawa, dan menggambarkan orang Eropa dengan kepala yang lebih besar dari proporsi badannya. Lukisan Raden Saleh juga menyembunyikan simbol-simbol penggugatan terhadap dominasi kolonial, seperti gambar Kolonel Jan Baptist Cleerens yang mengarahkan pandangannya kepada penonton, mewakili kekhianatan yang membawa Diponegoro ke perundingan dengan Belanda.
Selain itu, Raden Saleh juga menampilkan sosok perempuan yang kemungkinan besar adalah Raden Ayu Retnoningsih, istri Diponegoro, duduk bersimpuh di samping Diponegoro. Penggambaran yang tegas dan gagah ini menjadi refleksi dari kritik Raden Saleh terhadap versi Pieneman yang mempermalukan.
Bentuk Protes Terhadap Penindasan Kolonial
Lukisan “Penangkapan Diponegoro” bukan hanya karya seni, tetapi juga pesan protes terhadap penindasan kolonial. Meskipun diberikan kepada Raja Willem III, lukisan ini menjadi awal nasionalisme Indonesia yang diusung oleh Raden Saleh. Pertemuan dan patron-patron Eropa, seperti Antoine Auguste Joseph Payen dan Profesor Caspar Georg Karl Reinwardt, memainkan peran penting dalam perkembangan kariernya.
Banyak tokoh kolonial, termasuk Residen Van der Capellen dan Gubernur Jenderal Godert van der Capellen, menunjukkan minat pada bakat artistik Raden Saleh. Profesor Reinwardt juga ikut serta dalam memberikan beasiswa bagi Raden Saleh untuk studi di Eropa, menjadikannya salah satu dari sedikit mahasiswa Hindia yang mendapatkan pendidikan modern di sana.
Karya-karya Raden Saleh, seperti “Penangkapan Diponegoro,” menjadi simbol kritik terhadap penindasan kolonialisme dan juga representasi awal nasionalisme Indonesia. Sejarah dan pengaruh patron Eropa menjadikan perjalanan Raden Saleh sebagai seniman dalam konteks yang menarik untuk diteliti.