Sekolah

Abdul Halim Perdanakusuma: Kosmopolitan dari Madura

Advertisements

Nama Abdul Halim Perdanakusuma kini diabadikan sebagai nama bandara di Jakarta. Beliau adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang memiliki pengalaman unik sebagai pilot dalam Perang Dunia II di front Eropa.

Latar Belakang Abdul Halim Perdanakusuma

Abdul Halim Perdanakusuma lahir di Madura, dan sejak muda telah menunjukkan bakatnya yang luar biasa. Setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya di Middlebare Opleidingschool Voor Inlandsche Ambtenaren (MOSVIA) di Magelang pada tahun 1939, Halim memutuskan untuk terlibat dalam perang melawan tentara fasis Jerman di Eropa, bukan melanjutkan studi di Belanda seperti yang biasanya dilakukan oleh orang-orang Indonesia pada masanya.

Sebelum perang dimulai dengan serbuan Jerman ke Polandia, Halim telah mendapat pendidikan di sekolah-sekolah berbahasa Belanda, termasuk Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) dan Hollandsche Inlandsche School (HIS).

Karier militer Halim dimulai saat ia bergabung dengan Angkatan Laut Belanda, di mana ia dilatih di Sekolah Angkatan Laut di Surabaya dan ditempatkan dalam bagian torpedo. Namun, ketika Hindia Belanda diambang jatuh ke tangan Jepang pada awal 1942, Halim bersama banyak orang Belanda lainnya beremigrasi ke Australia. Dari sana, ia kemudian dikirim ke India dan bergabung dengan militer Inggris.

Karya Abdul Halim Perdanakusuma

Pada waktu senggangnya di India, Halim dikenal memiliki bakat seni dan menggambar. Salah satu karya terkenalnya adalah lukisan Laksamana Mountbatten, panglima armada Inggris di India pada masa itu. Lukisannya ini membuka kesempatan bagi Halim untuk berkenalan langsung dengan Mountbatten, yang pernah menjabat sebagai wakil raja Inggris di India setelah Perang Dunia II.

Berlanjut dari sini, Halim diajukan untuk meneruskan pendidikan militer di Inggris, tetapi ia meminta untuk bergabung dengan Angkatan Udara daripada melanjutkan di Angkatan Laut. Permintaannya dikabulkan, dan Halim diterbangkan ke Gibraltar, London, dan Kanada untuk mendapatkan pelatihan Navigasi dari Royal Canadian Air Force (RCAF).

Misi Penerbangan Selama Perang Dunia II

Selama Perang Dunia II, Halim terlibat dalam lebih dari 42 misi penerbangan sebagai awak pesawat pembom, termasuk dalam serangan udara atas kota-kota Jerman dan Prancis yang diduduki Nazi. Karena kesuksesannya dalam misi-misi ini, ia dikenal dengan julukan “The Black Mascot” oleh Angkatan Udara Kerajaan Inggris.

Setelah perang berakhir, Halim kembali ke Marine Luchtvaart Dienst (MLD), Dinas Penerbangan Angkatan Laut Belanda. Ini memberinya kesempatan untuk kembali ke Indonesia, yang saat itu sedang mengalami revolusi kemerdekaan.

Halim Perdanakusuma kemudian memilih untuk bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan kemudian menjadi Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Sebagai perwira operasi dengan pangkat komodor muda udara (KMO), Halim terlibat dalam berbagai operasi militer, termasuk serangan udara ke Semarang dan Salatiga selama Agresi Militer Belanda tahun 1947.

Namun, nasib tragis menimpa Halim Perdanakusuma pada tahun 1947 ketika pesawat yang ia tumpangi, bersama dengan petinggi AURI lainnya, ditembak jatuh di selatan Yogyakarta. Pada usia 25 tahun, Halim meninggalkan warisan besar bagi Indonesia dalam perjuangannya untuk kemerdekaan.

Selain sebagai pahlawan perang, Halim Perdanakusuma juga dikenal karena kepemimpinannya dan dedikasinya dalam bidang penerbangan, yang membuatnya diabadikan dalam nama Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta. Kisah Abdul Halim Perdanakusuma tidak hanya menceritakan pengalaman perang yang luar biasa, tetapi juga menyoroti dedikasi dan pengabdian seorang patriot dalam menghadapi tantangan sejarah yang berat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *