Penelitian

Studi Menunjukkan Kuliah Baik untuk Kesehatan Mental

Advertisements

Beberapa orang masih mempertanyakan pentingnya pendidikan tinggi. Namun, sebuah penelitian yang dilakukan oleh University of Surrey menunjukkan bahwa pendidikan tinggi dapat berdampak positif pada kesehatan mental, terutama bagi kaum muda. Penelitian yang berlangsung pada tahun 2022 ini mengungkapkan bahwa lingkungan universitas berkontribusi positif terhadap hasil profesional, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat masalah kesehatan mental.

 Temuan Penting dari Penelitian

Para peneliti menemukan bahwa orang kulit hitam dan Asia cenderung kurang melaporkan masalah kesehatan mental dibandingkan dengan orang kulit putih. Selain itu, kaum muda yang tumbuh di daerah berpenghasilan rendah dan tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi lebih mungkin mengalami masalah kesehatan mental.

Dr. Anesa Hosein, peneliti utama dari studi yang didanai oleh Economic and Social Research Council, menjelaskan bahwa pengalaman kesehatan mental yang buruk di masa muda dapat berdampak negatif jangka panjang terhadap kesehatan mental di usia dewasa. Ini juga dapat memengaruhi hasil pendidikan dan karier mereka.

“Pengaruh kesehatan mental ini sangat dipengaruhi oleh keanggotaan dalam kelompok sosial. Misalnya, pengalaman trauma pada individu kulit hitam dapat meningkatkan risiko psikosis,” ungkapnya.

 Metodologi Penelitian

Tim peneliti menggunakan data dari Longitudinal Study of Young People in England, yang mencakup individu yang lahir antara 1989 dan 1990. Mereka menerapkan metode analisis multilevel untuk memprediksi apakah faktor seperti identitas seksual, etnis, gender, dan status sosial ekonomi berhubungan dengan kesehatan mental pada usia 25 tahun, serta bagaimana hal ini berkaitan dengan kehadiran di universitas.

 Pendidikan Tinggi sebagai Ruang Inklusif

Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun identitas sebagai perempuan atau minoritas seksual dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental, mereka yang melanjutkan pendidikan di universitas memiliki peluang yang lebih baik. Dalam kelompok minoritas seksual, risiko perilaku menyakiti diri sendiri pada mereka yang berkuliah dibandingkan yang tidak kuliah hanya setengahnya.

“Bagi kaum minoritas seksual, pendidikan tinggi sering kali menawarkan lingkungan yang lebih terbuka dan inklusif. Ruang ini memungkinkan mereka untuk mengekspresikan identitas seksual tanpa rasa takut, sehingga dapat mengurangi risiko perilaku menyakiti diri di masa depan,” jelas Dr. Hosein.

Baca juga : Hampir 50% Peneliti Meninggalkan Dunia Sains dalam 10 Tahun Terakhir

 Tantangan Kesehatan Mental di Usia Muda

Dr. Nicola Byrom, salah satu penulis studi, menekankan bahwa masa dewasa muda adalah fase yang penuh tantangan bagi kesehatan mental. Sering kali, tantangan ini lebih terlihat dalam populasi mahasiswa, tetapi penting untuk memahami konteks yang lebih luas agar kita dapat mengurangi beban kesehatan mental yang dialami oleh kaum muda.

Dari temuan ini, jelas bahwa pendidikan tinggi tidak hanya berperan dalam aspek akademis dan profesional, tetapi juga dalam meningkatkan kesehatan mental. Lingkungan universitas dapat memberikan dukungan sosial dan kesempatan untuk eksplorasi identitas, yang penting bagi kesejahteraan mental mahasiswa. Dengan demikian, bagi mereka yang ragu tentang manfaat kuliah, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa melanjutkan pendidikan tinggi dapat menjadi investasi yang berharga bagi kesehatan mental dan masa depan mereka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *