Jumlah Anak Putus Sekolah di Pakistan Mengalami Peningkatan
Pada bulan Mei 2024, Perdana Menteri Pakistan, Shehbaz Sharif, mengumumkan keadaan darurat pendidikan di negaranya sebagai respons terhadap peningkatan yang signifikan dalam jumlah anak putus sekolah. Meskipun pemerintah Islamabad telah membuat klaim besar-besaran, jumlah anak yang tidak melanjutkan pendidikan terus meningkat.
Sekitar 26 Juta Anak Putus Sekolah
Saat ini, sekitar 26 juta anak usia 5-16 tahun di Pakistan dinyatakan putus sekolah, dengan situasi yang lebih buruk bagi anak perempuan dimana lebih dari separuh dari mereka tidak dapat menyelesaikan pendidikan dasar. Faktor-faktor seperti hambatan sosial-ekonomi, budaya yang kaku, kurangnya pembiayaan yang memadai, penegakan kebijakan yang terbatas, dan kesenjangan gender menjadi penghambat utama akses pendidikan dasar dan memperburuk angka putus sekolah.
Pada bulan yang sama, Perdana Menteri Shehbaz Sharif menyatakan komitmennya untuk mereformasi sistem pendidikan Pakistan, seiring dengan upaya yang dilakukan oleh negara-negara seperti Jerman dan Jepang untuk menanggulangi masalah putus sekolah dan meningkatkan tingkat literasi. Namun, pakar pendidikan seperti M Nadeem Nadir mengkritik upaya-upaya sebelumnya sebagai lelucon, mengingat bahwa angka putus sekolah hanya berhasil berkurang sebesar 2 persen dalam satu dekade terakhir.
Pengaruh Inflasi yang Tinggi
Masalah inflasi yang tinggi juga memperburuk situasi pendidikan di Pakistan, dengan harga buku pelajaran yang melonjak 95 persen pada tahun 2023. Hal ini mengakibatkan semakin banyak anak terpaksa putus sekolah atau belajar di rumah, memperdalam tekanan ekonomi pada keluarga mereka.
Di Islamabad, lebih dari 83.000 anak tidak bersekolah, sementara di daerah lainnya, sekitar 40 persen dari total populasi yang bersekolah tidak terdaftar. Kendala seperti ketidakstabilan ekonomi yang mendorong anak-anak untuk bekerja, norma budaya yang membatasi akses pendidikan bagi anak perempuan, dan kesenjangan geografis yang membatasi akses ke sekolah di daerah pedesaan atau yang terkena dampak konflik, semuanya memainkan peran penting dalam tingginya angka putus sekolah.
Kesenjangan Gender
Selain itu, masalah kesenjangan gender juga memperparah situasi, dengan tingkat pendaftaran anak perempuan yang 49 persen lebih rendah dibandingkan dengan anak laki-laki. Norma sosial budaya yang membatasi pendidikan bagi anak perempuan, termasuk pernikahan dini yang dialami oleh 21 persen anak perempuan sebelum usia 18 tahun, juga menjadi faktor signifikan dalam tingginya angka putus sekolah.
Pendanaan yang Tidak Mencukupi
Keadaan darurat pendidikan di Pakistan semakin memburuk karena pendanaan yang tidak mencukupi, inefisiensi administratif, dan ketidakstabilan politik. Infrastruktur dan fasilitas pendidikan yang tidak memadai, akibat kelambanan pemerintah dan birokrasi yang tidak efektif, telah menyebabkan minat terhadap pendidikan formal menurun di kalangan masyarakat.
Baca juga : Pengelolaan Anggaran Pendidikan dan Peran Swasta di Indonesia
Pakistan saat ini mengalokasikan kurang dari 2 persen dari PDB-nya untuk sektor pendidikan, jauh di bawah standar global yang direkomendasikan sebesar 4-6 persen. Baik pemerintah federal maupun provinsi di Pakistan dinilai belum mengalokasikan dana yang cukup untuk pendidikan, dengan sebagian besar anggaran yang ada digunakan untuk pos-pos rutin seperti gaji guru, menurut laporan dari Bank Pembangunan Asia (ADB). Permasalahan ini tidak hanya mengancam masa depan pendidikan anak-anak Pakistan, tetapi juga potensi pembangunan dan stabilitas jangka panjang negara tersebut.